Inkonsistensi Pelatih Timnas: Antara Ambisi Tinggi Dan Manajemen Yang Buruk
SUAKAONLINE.COM, Freshgrafis – Pemecatan Shin Tae-yong (STY) menjadi perbincangan hangat di masyarakat Indonesia, kehebohan ini dipicu oleh pandangan publik yang menilai bahwa STY telah berhasil membawa Tim Nasional (Timnas) Indonesia ke level yang lebih tinggi selama lima tahun masa kepemimpinannya.
Di bawah asuhannya, Tim Garuda kembali tampil di Piala Asia, Piala Asia U-23, dan berhasil mencapai putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026. Dekatnya Timnas Indonesia dengan kemungkinan lolos ke Piala Dunia 2026 membuat banyak penggemar kecewa atas keputusan PSSI untuk memecatnya. Namun, pemecatan ini bukanlah yang pertama kali terjadi dalam sejarah Timnas Indonesia. Sebelumnya, beberapa pelatih juga mengalami nasib serupa, yang menciptakan kontroversi sama di kalangan publik.
Kontroversi pergantian pelatih Timnas Indonesia mencerminkan dinamika kompleks dalam tubuh PSSI. Para pelatih yang pernah menangani Tim Garuda seringkali menghadapi pemecatan yang tidak hanya didasarkan pada hasil di lapangan, tetapi juga dipengaruhi tekanan eksternal dan kebijakan organisasi yang tidak konsisten.
Seperti yang terjadi pada Luis Milla, ia memimpin Timnas Indonesia dari 2017 hingga 2018, turut membawa perubahan signifikan dalam filosofi permainan. Dia memperkenalkan gaya tiki-taka khas Spanyol dan memberi peluang besar kepada pemain muda seperti Saddil Ramdani dan Febri Hariyadi untuk muncul ke permukaan.
Sayangnya, meskipun menunjukkan potensi yang menjanjikan, ia gagal memenuhi target medali emas SEA Games 2017 dan semifinal Asian Games 2018. PSSI pun memutuskan untuk tidak memperpanjang kontraknya, sebuah langkah yang menuai kekecewaan dari para penggemar yang melihat Luis Milla sebagai harapan baru sepak bola Indonesia kala itu.
Selain itu, Alfred Riedl, yang menjabat dalam dua periode berbeda, yakni 2009–2010 dan 2013–2014, berhasil membawa Timnas Indonesia ke final Piala AFF 2010. Namun, kerjasamanya dengan PSSI berakhir secara kontroversial akibat konflik internal organisasi. Kontrak Riedl dianggap tidak sah oleh kepengurusan baru PSSI karena ditandatangani oleh pengurus sebelumnya. Ironisnya, pemecatan ini bahkan tidak disampaikan langsung kepadanya, yang membuat Riedl merasa diabaikan dan tidak dihargai.
Kontroversi dalam pergantian pelatih Timnas Indonesia mencerminkan pola pengambilan keputusan yang sering kali impulsif dan kurang mempertimbangkan rencana jangka panjang. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Alfred Riedl, salah satu pelatih yang mengalami pemecatan secara kontroversial, Dia menyampaikan bahwa kabar pemecatannya membuat ia merasa tak dihormati oleh PSSI.
Keputusan-keputusan tersebut berdampak langsung pada kinerja tim dan menciptakan kekecewaan di kalangan penggemar sepak bola Indonesia. Keputusan yang impulsif ini tidak hanya mempengaruhi performa Timnas, tetapi juga merusak harapan publik terhadap kemajuan sepak bola Indonesia. Oleh karena itu, seperti yang disebutkan oleh Wim Rijsbergen, pelatih berkebangsaan Belanda mengungkapkan bahwa melatih di Indonesia merupakan sebuah mimpi buruk.
Peneliti: Adhiim Hafiidh/Suaka
Sumber:bola.com , merdeka.com, idntimes.com
Redaktur: Faiz Al Haq /Suaka