Jejak Jurnalis Perempuan di Wilayah Konflik

Judul buku: Mata Lensa, Jejak Ketangguhan Seorang Jurnalisfoto Perempuan
Penulis: Adek Berry
Penerbit: TransMedia Pustaka
Cetakan: Pertama, Tahun 2017
Jumlah halaman: 366 halaman
ISBN: 978-602-1036-68-6
FRESH.SUAKAONLINE.COM – Jurnalisfoto kerap diidentikkan dengan profesi yang diemban oleh kaum pria. Namun lewat buku ini, seorang jurnalisfoto perempuan, Adek Berry seakan membuktikan bahwa perempuan juga bisa melakukannya dengan standar profesional yang sama. Profesinya mengantarkan Adek pada tantangan liputan mulai dari tragedi bencana alam, liputan seremonial, hingga terjun langsung dalam wilayah penuh konflik.
Buku ini terbagi ke dalam beberapa bagian. Setiap bagiannya mewakili kisah yang berbeda-beda, seperti halnya peliputan dalam tragedi Mei 1998, pesawat jatuh, bencana alam (tsunami, gempa, dan gunung meletus), liputan di daerah penuh konflik, hingga pengalamannya ketika menjadi pewarta foto di Istana Negara.
Pada awal buku diceritakan bahwa kecintaannya pada dunia fotografi bermula saat dirinya menginjak Sekolah Menengah Pertama (SMP). Adek kerap mendokumentasikan kegiatan pramuka di sekolah, perkemahan, hingga jambore nasional. Kelak hal tersebut membuat Adek mendalami fotografi secara serius.
Siapa sangka perempuan yang awalnya kuliah di Jurusan Kedokteran Gigi ini malah menjadi seorang jurnalisfoto. Karirnya dimulai saat dirinya menjadi reporter di majalah Tiras. Setelah itu, pindah menjadi jurnalisfoto di majalah Tajuk. Kemudian, karirnya semakin naik ketika Adek mengemban tugas sebagai jurnalisfoto di Kantor Berita Prancis bernama Agence France-Presse (AFP) biro Jakarta.
Selama mengarungi tugas sebagai jurnalisfoto di AFP, Ibu dari dua anak ini sempat menerima tawaran tugas ke wilayah konflik, salah satunya Afghanistan. Ia menceritakan dengan lugas dan jelas tentang bagaimana hari-harinya dalam peliputan di wilayah tersebut. Tantangan yang tidak mudah tentunya. Adek tidak bisa bermain-main dengan angle fotografi karena liputan di medan perang sangatlah berbeda.
“Ribuan orang Afghanistan meninggalkan negara yang dirobek perang itu, bahkan berani bertarung nyawa di lautan demi mencari suaka di negara aman. Lalu, mengapa seorang perempuan muslim Indonesia hendak masuk ke sana?” – halaman 186.
Rentetan tembakan serta bom dapat mengancam kapan saja dan siapa saja yang berada di wilayah tersebut. Namun bagi Adek, sebagai seorang jurnalis harus senantiasa memasuki semua kehidupan masyarakat, baik yang menyenangkan maupun sisi yang gelap, yang nyaman maupun medan yang sulit, tidak terkecuali meliput di wilayah konflik.
Berkat kegigihannya, karya foto Adek Berry berhasil meraih banyak penghargaan bergengsi, antara lain dari National Press Photographers Association (Amerika Serikat), Life Magazine (Amerika Serikat), dan TIME LightBox. Wujud rasa cintanya pada profesi jurnalisfoto pun ia tuangkan dalam kutipan “I love this job, with all the gain and the pain”.
Dirinya menyadari bahwa foto yang ia potret hari ini akan menjadi sejarah pada suatu hari nanti. Hal tersebut membuat perempuan kelahiran 14 September 1971 ini bertekad menjadi mata dan telinga bagi khalayak peneriman pesan (pembaca atau penikmat fotografi) dalam menyampaikan peristiwa lewat bahasa gambar.
Sayangnya, terdapat penggunaan kalimat dalam Bahasa Inggris yang tidak diterjemahkan sehingga dapat membingungkan pembaca yang kurang memahami bahasa asing tersebut. Terlepas dari itu, nilai tambah dari buku ini terletak pada pembabakan cerita yang teratur serta penuturan yang lancar tentang dinamika kehidupan jurnalisfoto perempuan di medan peliputan. Foto-foto yang disusun dalam buku ini pun mampu memberikan gambaran kepada pembaca akan berbagai peristiwa di dalam maupun luar negeri sehingga cukup memanjakan mata para pembacanya.
Buku memoar yang memuat 366 halaman ini cocok dibaca bukan oleh kalangan jurnalis saja, melainkan semua orang yang ingin tahu lika-liku profesi jurnalis mulai dari hal-hal yang menyenangkan, mencemaskan, menakutkan, hingga membahayakan. Tentunya pengalaman-pengalaman tersebut dapat diteladani oleh generasi muda yang ingin menempuh karir di bidang jurnalistik.
Fresh Crew: Fatimah Nur’aini/Suaka
Editor Fresh: Shafa Maura Zahwa/Suaka