Makna di Balik Frasa Berdiri di Bahu Raksasa

istockphoto.com
FRESH.SUAKAONLINE.COM – Pengguna Google Scholar pasti sudah tidak asing dengan frasa yang tertulis di bawah kolom pencarian, “Berdiri di Atas Bahu Raksasa”. Frasa yang berbahasa asli Latin Nanos Gigantum Humeris Insidentes ini sangat populer di kalangan akademisi, filsuf, dan ilmuwan. Lalu, apa artinya? Mengapa frasa ini berkaitan dengan ilmu pengetahuan?
Jika ditelusuri, kalimat tersebut pertama kali muncul dari filsuf abad ke-12 asal Prancis, Bernard de Chartres. Kutipan lengkapnya kurang lebih seperti ini. “Kita seperti kurcaci yang duduk di atas bahu raksasa. Kita melihat hal-hal yang lebih jauh, lebih banyak, daripada yang mereka lihat. Bukan karena penglihatan kita lebih unggul atau karena kita lebih tinggi, tapi karena raksasa mengangkat kita dengan perawakan besar yang menambah perawakan kita.”
Lima abad kemudian, tepatnya tahun 1675, frasa serupa juga muncul dari Isaac Newton. Ilmuwan tersohor ini mengirim surat untuk menunjukkan rasa hormatnya pada Robert Hooke atas pemikirannya yang telah membuka wawasan pribadi Newton. Ia menuliskan “Jika saya melihat lebih jauh, itu karena saya berdiri di bahu para raksasa”.
Dikutip dari jurnal berjudul Mapping Scientific Frontiers, frasa standing on the shoulders of Giants menggambarkan kemajuan ilmu pengetahuan. Di mana penemuan yang terjadi merupakan wujud baru dari penemuan lama. Dengan kata lain, setiap penemuan yang ada di dunia merupakan berkat dari penemuan terdahulu.
Internet, smartphone, mobil, pesawat, kapal selam merupakan contoh penemuan yang menjadikan manusia zaman sekarang bisa melihat lebih jauh daripada mereka yang hidup di masa lampau. Namun, perlu diketahui bahwa hal itu bisa terjadi karena kita berdiri di atas penemuan orang-orang terdahulu.
Selain itu, dalam frasa “berdiri di bahu raksasa” juga tersirat makna bahwa setiap inovasi dan ide tidaklah sepenuhnya orsinil. Dikutip dari Phrase Finder bahwa kemajuan intelektual dan teknologi yang terjadi saat ini merupakan hasil dari penggunaan pemikiran orang-orang terdahulu.
Seperti penemuan layar sentuh atau touchscreen. Dunia mengenal layar sentuh untuk pertama kali setelah dikenalkan oleh Apple pada 2007. Teknologi ini pada iPhone generasi awal ini dianggap revolusioner, karena mengubah cara manusia menggunakan gadget. Layar sentuh memungkinkan penggunanya untuk menyembunyikan keyboard ketika tidak digunakan, sehingga layar dapat menampilkan gambar lebih banyak.
Jika ditelusuri lebih jauh, teknologi layar sentuh tidak ditemukan pendiri Apple, Steve Jobs. Dikutip dari Forbes, ide tersebut pertama kali muncul pada tahun 1965 oleh seorang ahli fisika asal Inggris, E.A. Johnson. Penemuan touchscreen juga sudah dipatenkan dan Johnson telah menjamin hak paten atas penemuannya. Dengan begitu, Steve Jobs hanya mengembangkan teknologi layar sentuh.
Nah, itu dia sedikit penjelasan dan cerita di balik frasa yang tertulis di Google Scholar. Hal tersebut memberikan kita pelajaran bahwa sebagai mahasiswa jangan pernah takut untuk mengutip karya orang lain untuk melakukan penemuan atau berkarya. Karena sejatinya kita semua berdiri di atas bahu para raksasa terdahulu.
Sumber: eramusdarwin.org, Mapping Scientific Frontiers, Phrase Finder, dan Forbes
Fresh Crew: Faiz Al Haq/Suaka
Editor Fresh: Mahayuna Gelsha S/Suaka