Pertegas Identitas Lokal dalam Album Galura Tropikalia
Judul Album : Galura Tropikalia
Penyanyi : The Panturas
Tahun rilis : 22 November 2024
Produser Utama: Ricky Virgana (WSATCC)
Label : Los Panturas Ent
FRESH.SUAKAONLINE.COM – “The music we listen to play a significant role in stabilizing our identities and fixed us in a particular place within the social order,” adalah kutipan milik penulis dan editor asal Amerika Serikat yang kerap membahas musik, Charlie Bertsch. Perkataan itu pertama kali Fresh Crew temukan pada pembahasan dalam buku “Jurnalisme Musik dan Selingkar Wilayahnya” karya Idhar Resmadi.
Anggapan bahwa musik berpotensi memberikan identitas sosial tampaknya dipraktikkan dengan lihai oleh beberapa musisi, salah satunya The Panturas. Sejak awal berdiri, alih-alih mengikuti arus utama bergenre pop atau balada yang sedang ramai saat itu, band asal Jatinangor Sumedang ini memilih mengarungi lautan dengan gaya surf rock dalam aransemen dan liriknya. Album mereka, “Mabuk Laut” yang berlayar pada 2018, hingga sang adik “Ombak Banyu Asmara” di tahun 2021 berhasil merengkuh para pendengar menjadi anak buah kapal mereka.
Dengan ciri khasnya tersebut, The Panturas memberi alternatif baru pada blantika musik Indonesia. Tidak heran jika anak muda yang bosan dengan lagu bernuansa sendu, lirik asmara yang frontal, atau jenuh dengan suasana pertunjukan yang ‘tenang’ mendapatkan identitas barunya dan memilih berlayar bersama The Panturas. Pencapaian tersebut tidak cepat membuat puas band yang lahir dari kolektif musik kampus ini untuk terus mengeksplorasi karyanya.
Hal ini terlihat ketika The Panturas mengambil keputusan besar dalam pelayarannya menerjang ombak dengan mengukuhkan ‘kapal’ anyar mereka berupa mini album dengan nama “Galura Tropikalia” akhir November lalu. Karya baru mereka ini tampak dirancang cukup berbeda dibandingkan terdahulunya. Bahkan dalam kapal anyarnya, lirik yang digunakan adalah lirik berbahasa Sunda. Lebih jauh, identitas tersebut mereka pertebal dengan melibatkan alat musik tradisional pada aransemennya.
Dalam kapal baru yang penuh eksplorasi ini, Surya ‘Kuya’ (drum), Bagus ‘Gogon’ (bass), Rizal (gitar), dan Abyan ‘Acin’ (vokal dan gitar) membukanya dengan trek berjudul Khodam Buntut Lutung yang merupakan lagu instrumental khas The Panturas. Layaknya pintu selamat datang, raungan gitar dengan efek basah khas pantai sudah tak terlalu mendominasi dan berganti dengan melodi gitar yang cukup identik dengan nuansa musik Sunda.
Setelah dibuka oleh lagu instrumental, lagu selanjutnya hingga trek keenam dihiasi nuansa Sunda yang lebih kental. Hal ini bisa terdengar dari pelibatan alat musik tiup khas Sunda, yakni tarompet yang memiliki suara khas. Contohnya pada trek bertajuk Lasut Nyanggut. Lagu yang bercerita tentang budaya memancing masyarakat Sunda ini dibuka dengan tiupan tarompet dan ritme bass yang terasa padu.
Jeujeur anyar kukumul herang
Leuwih marahmay tibatan béntang
Rék ka hilir rék ka girang
Ku déwék sihir laukna beunang
Selain itu, band dengan format kuartet ini berkolaborasi dengan Doel Sumbang dalam trek berjudul Jimat. Uniknya, walaupun berlirik bahasa daerah dan menggaet legenda hidup musik pop Sunda, dari segi aransemen, lagu ini masih terdengar identik dengan ciri khas The Panturas yang disisipi suara tarompet pada beberapa bagian. Tidak berhenti di situ, lagu Talak Tilu yang sempat dipopulerkan oleh Bungsu Bandung belasan tahun silam pun coba Acin dan kawan-kawannya segarkan kembali pada album ini.
Jangkauan eksplorasi konseptual The Panturas kembali terlihat pada dua trek lainnya, yakni Sangsara in Cumbia dan Bentang Sagara. Keduanya diiringi oleh perpaduan unik suara-suara khas musik digital namun tetap diperkaya oleh petikan gitar dengan warna suara yang terdengar tidak asing di musik tatar Sunda. Bahkan, nuansa disko ala tahun 80-an bisa Fresh Reader dengarkan pada lagu Bentang Sagara dengan lirik berbahasa daerah.
Setelah memberi identitas surf rock yang kuat bagi anak buah kapalnya dalam dua album awal, tampaknya The Panturas ingin memberi sesuatu yang baru lagi. Pada karya anyarnya ini, identitas untuk para pendengarnya ingin mereka tambah; bahwa The Panturas adalah band asal tanah Pasundan, memutar lagu berbahasa daerah tidaklah udik, dan aksi body surfing saat pertunjukan bisa dilakukan bahkan saat lagu dengan tarompet Sunda dimainkan.
Fresh Crew: Rangga Nugraha/Suaka
Editor Fresh: Nadia Ayu Iskandar/Suaka