Bediding, Saat Kemarau Tak Melulu Bikin Kepanasan

Freepik
FRESH.SUAKAONLINE.COM – Siapapun tahu kalau ketika musim kemarau, matahari bersinar lebih terik seolah tidak ada awan yang menghalangi. Tiupan angin mengembus debu, tanah berpasir, hingga dedaunan yang kering kerontang dan berserakan di jalanan. Hujan pun terasa lebih jarang. Jemuran kering hanya dalam hitungan jam. Tetapi, kok, bukannya kepanasan setiap saat, kita malah tetap kedinginan, terutama di pagi hari? Ternyata, fenomena ini bukan suatu kebetulan, Fresh Reader! Ini disebut dengan bediding.
Kata bediding sendiri merupakan serapan dari bahasa Jawa “bedhidhing”, yaitu perubahan suhu yang terbilang signifikan di awal musim kemarau. Fenomena ini mengacu pada suatu kondisi dimana cuaca terasa lebih dingin dari pada biasanya. Kebanyakan orang salah kaprah, mengira cuaca dingin ini sebagai pertanda hujan. Padahal, faktanya persitiwa ini merupakan pertanda akan masuknya musim kemarau.
Karena munculnya bediding menyertai musim kemarau, diperkirakan fenomena ini akan berlangsung dari bulan Juli hingga September dengan puncaknya pada bulan Agustus. Dilansir dari Kompas.com, data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat bahwa suhu terendah saat musim kemarau di tahun 2024 mencapai angka 8,4 derajat Celcius.
Lantas, kenapa fenomena ini bisa terjadi? Pada saat musim kemarau, langit cenderung cerah tanpa adanya gumpalan awan. Akibatnya, panas dilepaskan dengan mudah dari bumi tanpa dipantulkan kembali oleh awan. Disamping itu, kelembapan udara yang rendah mengakibatkan tidak adanya lapisan yang menahan panas di atmosfer dan menjadikan suhu udara menurun drastis.
Jika ditelisik dari kondisi iklim global, kemarau khususnya di Indonesia disebabkan oleh angin monsun timur yang berembus dari Australia. Arus angin ini mengarah ke benua Asia, termasuk kawasan Indonesia, melalui jalur Samudera Hindia. Rendahnya suhu permukaan laut menjadikan udara yang sampai terasa dingin.
Fenomena ini berdampak pada sejumlah aspek kehidupan. Dari sisi kesehatan, suhu dingin dapat memicu gangguan mulai dari flu dan batuk akibat perubahan cuaca hingga hipotermia, terutama pada kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia. Selain itu, bagi sebagian orang, bediding memicu kambuhnya alergi dingin. Udara dingin dan kering saat bediding juga berpotensi menghilangkan kelembapan kulit, sehingga kulit cenderung pecah-pecah, terutama pada bibir.
Selain dari sisi kesehatan, fenomena ini juga berdampak pada pertanian. Embun es (frost) yang terbentuk akibat suhu dingin dapat mengganggu fisiologi tanaman, menyebabkan tanaman layu, hingga memicu kematian pada jenis tanaman tertentu. Peristiwa ini umum terjadi di wilayah dataran tinggi. Akibatnya, produktivitas hasil pertanian menurun dan petani merugi. Biasanya, petani melakukan usaha preventif berupa menutupi tanaman dengan pelindung.
Untuk menghadapinya, ada beberapa tips yang bisa Fresh Reader coba! Kenakan pakaian tebal dan konsumsi makanan serta minuman yang membantu tubuh terasa hangat. Selain itu, tetap aktif bergerak serta jaga asupan vitamin dan mineral. Penting juga untuk mengatur pola tidur yang baik agar tubuh dapat beristirahat dengan cukup sehingga imun kita lebih kuat menghadapi penurunan suhu. Ingat, jangan biarkan udara dingin mencuri kesehatan kalian, ya!
Sumber : Timesindonesia.co.id, Kompas.com, Detik.com, CNNindonesia.com, BMKG, CNNindonesia.com, UNESA.co.id, Timesindonesia.co.id, goodnewsfromindonesia.id.
Fresh Crew : Fatma Azzahra/Magang
Editor Fresh: Hanifah Flora Reine/Suaka