Whodunnit, Whydunnit, dan Howdunnit dalam Novel Keigo Higashino

Kompasiana
FRESH.SUAKAONLINE.COM – Terjadi tiga kasus pembunuhan yang diduga merupakan pembunuhan berantai di wilayah Tokyo. Pelaku dari ketiga kasus tersebut masih belum diketahui secara pasti. Kemudian, berbagai bukti mengungkap bahwa kasus pembunuhan berikutnya akan terjadi dalam salah satu hotel mewah di wilayah Tokyo. Alhasil, polisi perlu menurunkan beberapa personil untuk menyamar jadi staf hotel demi mencegah kasus dan meringkus pelaku.
Tadi itu adalah sinopsis singkat dari novel Masquerade Hotel karya Keigo Higashino, yang dikenal sebagai salah satu penulis misteri terkenal di Jepang. Tidak sedikit dari karyanya yang laris sebagai best seller dan bahkan diadaptasi menjadi film. Ia, sebagaimana penulis misteri lainnya, memiliki berbagai teknik penceritaan dalam menyampaikan sebuah kisah misteri. Dalam sinopsis singkat tadi, misalnya, Keigo Higashino seolah memancing pembaca untuk bertanya-tanya, “Siapa pelaku dari tiga kasus pembunuhan tersebut?”
Pancingan tersebut berarti penulis telah menggunakan salah satu gaya penulisan cerita misteri, bahkan sudah masuk ke dalam salah satu sub-genre misteri, yakni whodunnit (who done it? Siapa yang melakukannya?). Cerita akan berfokus kepada pencarian “dalang” di balik suatu peristiwa. Kembali ke Masquerade Hotel tadi, kita diajak untuk masuk ke dalam perspektif staf administrasi hotel yang terpaksa mencurigai tiap tamu yang datang. Mereka harus memikirkan pelaku yang akan datang kemungkinan menyamar menjadi salah seorang tamu.
Sepanjang cerita, kita dibuat berpikir dan berasumsi dengan berbagai kemungkinan pelaku. “Wah, tamu ini sangat mencurigakan! Jangan-jangan, dia orang yang dicari polisi?” Begitulah gambaran pemikiran kita saat disuguhkan berbagai karakter tamu berbeda yang datang ke hotel. Nah, membawa pembaca kepada pemikiran untuk mencurigai seseorang adalah salah satu ciri utama dari sub-genre whodunnit ini.
Biasanya, kita akan didampingi dengan karakter “detektif” yang berusaha memecahkan misteri. Mereka diberi peran protagonis dengan watak yang (biasanya) jenius. Agar tidak terlalu membocorkan isi Masquerade Hotel, mari lihat karya Keigo Higashino lainnya, Black Showman. Pada cerita itu, kita menyelidiki sebuah kasus pembunuhan misterius di kota terpencil melalui sudut pandang orang awam. Namun, kita didampingi oleh paman protagonis, si pesulap jenius. Kehadirannya akan membantu kita (dan protagonis) dalam menyusun berbagai deduksi.
Meskipun terkesan klise, sebenarnya whodunnit bisa dikemas dengan berbagai cara. Dalam cerita lain yang berjudul A Midsummer’s Equation, Keigo Higashino tidak memberikan calon pelaku untuk dicurigai. Berbeda dengan Masquerade Hotel yang menuntun kita untuk mencurigai tamu hotel atau Black Showman yang memberikan beberapa calon pelaku, di cerita ini kita harus memikirkan sendiri siapa tersangkanya. Bahkan, investigasi yang dilakukan polisi berfokus pada identitas korban sambil memberi sedikit petunjuk tentang pelaku.
Sekarang, tidak enak rasanya jika kita membahas whodunnit tetapi meninggalkan dua saudaranya, yakni whydunnit dan howdunnit. Cerita misteri pada dasarnya memberikan pertanyaan bagi pembacanya berupa (umumnya) kejadian yang belum terjelaskan. Setelah tadi kita membahas pertanyaan, “siapa dalangnya?”, kita bisa melanjutkan ke pertanyaan lain yang memelopori sub-genre lainnya, “Apa motifnya? Bagaimanakah caranya?”.
Whydunnit (why done it atau kenapa melakukan itu) adalah sub-genre yang berfokus pada pencarian motif dari dalang. Penulis tidak memfokuskan proses investigasi ke pengungkapan dalang, tetapi menelusuri motifnya. Bahkan, tidak jarang kita sudah mengetahui pelakunya sejak awal. Intinya, kita tidak berusaha mencari pelaku atau dalang suatu peristiwa, melainkan apa yang memotivasi dirinya melakukan tindakan tersebut.
Sebagai gambaran, dalam cerita Angsa dan Kelelawar, seorang ayah mengaku sebagai pelaku pembunuhan dan ditangkap oleh polisi. Namun, anak tersangka tidak percaya ayahnya bisa melakukan perbuatan sekeji itu. Terlebih setelah melihat perilakunya yang seolah keras kepala ingin ditahan. Berbagai kejanggalan mulai terungkap seiring berjalannya cerita. Benarkah ayahnya pelaku pembunuhan? Mungkinkah ia berusaha menutupi pelaku sebenarnya? Jika iya, mengapa? Dor, “mengapa” itulah yang ditelusuri dalam sub-genre whydunnit.
Karena kita menyelidiki motif, biasanya kisah dengan sub-genre whydunnit menekankan pada karakterisasi tokoh. Dalam kisah lain, Devotion of Suspect X, kita menjelajahi motif karakter Ishigami, seorang guru jenius matematika. Ia digambarkan sebagai sosok yang cinta setengah mati pada matematika sampai tidak memedulikan sekitarnya. Karakter yang diceritakan seperti ini, kemudian menawarkan diri untuk menutup kejahatan orang lain. Gejolak batin seperti apa yang ia alami sampai ia rela melakukan hal tersebut? Itulah yang ikut dieksplorasi dalam ceritanya.
Terakhir, ada howdunnit (how done it? Bagaimana cara melakukan itu?). Pernahkah Fresh Reader membaca, melihat, atau mendengar suatu kejadian yang terkesan mustahil untuk dilakukan? Misalnya, ditemukan jasad seseorang dengan pisau menancap pada punggungnya di sebuah ruangan terkunci. Bukankah kita penasaran, apa yang ia alami? Bunuh diri? Tidak mungkin pisau menancap dalam di punggungnya jika bunuh diri. Atau mungkin dibunuh? Bagaimana caranya? Ruangan itu terkunci, loh.
Premis utama howdunnit adalah adanya sebuah peristiwa yang membingungkan, lalu kita menginvestigasi cara pelaku mengeksekusi kejadian tersebut. Misalnya, kematian di ruang terkunci yang digambarkan sebelumnya. Bagaimana pelaku (jika itu pembunuhan) membunuh korban yang berada di ruangan terkunci? Atau misalnya ada tindak kejahatan yang tidak meninggalkan jejak sama sekali. Bagaimana pelaku mengeksekusi tindakan tersebut tanpa meninggalkan jejak?
Peristiwa serupa bisa dipahami saat membaca karya Keigo Higashino lainnya, Salvation of a Saint. Kita diperlihatkan dengan pembunuhan yang tidak meninggalkan jejak apa pun. Bahkan, semua tersangka memiliki alibi yang valid pada hari kejadian. Investigasi polisi pada cerita itu fokus untuk mengungkap bagaimana pelaku mengeksekusi pembunuhan tersebut. Letak utama keseruan dari sub-genre ini adalah mereka menguji kreativitas kita dalam menyusun beragam teori tentang cara melakukan pembunuhan itu.
Penulis memberikan kemudahan bagi pembaca untuk berteori dengan menghadirkan tokoh jenius Manabu Yukawa—seorang ahli fisika. Berbagai trik yang dipikirkan dijelaskan secara runtut dalam ilmu fisika yang didukung dengan hasil penyelidikan. Misalnya, apakah ada kemungkinan pemakaian racun? Bagaimana caranya? Apakah kemungkinan itu selaras dengan temuan polisi saat penyelidikan, seperti hasil forensik tempat kejadian perkara (TKP) atau autopsi jasad korban?
Baik itu whodunnit, whydunnit, atau howdunnit sama-sama memberikan gaya pendekatan khusus dalam menceritakan sebuah kisah misteri, apakah itu berfokus pada pelaku (who), motif (why), atau cara eksekusi (how). Tiga sub-genre ini berbagi satu kesamaan umum, yakni mereka digunakan dalam kisah misteri yang melibatkan tindakan kriminal. Perlu ada tokoh yang mendapat peran “detektif” untuk menyelidiki tindakan tersebut. Nantinya, kita seolah diajak ikut berteori terhadap misteri yang disajikan.
Sebagian besar karya dari Keigo Higashino bisa masuk ke dalam tiga sub-genre ini dengan melihat ciri dari contoh yang sebelumnya diberikan. Masquerade Hotel, Black Showman, dan A Midsummer’s Equation termasuk ke dalam whodunnit karena berfokus pada pencarian “dalang” di balik peristiwa yang terjadi. Angsa dan Kelelawar dan Devotion of Suspect X termasuk ke dalam whydunnit karena menekankan pencarian motif dari tokoh yang terlibat. Terakhir, Salvation of a Saint termasuk ke dalam howdunnit karena berusaha mengungkap cara pelaku bertindak.
Uniknya dari Keigo Higashino sendiri, di samping mengangkat sub-genre yang dijelaskan sebelumnya, ia juga mengangkat isu yang penting di dunia. Devotion of Suspect X turut menyoroti masalah sosial terutama kelompok “terbuang” di Jepang. A Midsummer’s Equation mengangkat isu konservasi lingkungan. Salvation of a Saint bahkan menonjolkan topik panas tentang hubungan tidak sehat. Alhasil, novel-novelnya bisa menarik minat dari masyarakat. Bagaimana? Tertarik untuk membaca novel dari penulis ini?
Fresh Crew: Rafif Asya Andhika/Magang
Editor Fresh: Hanifah Flora Reine/Suaka