Beralihnya Budaya Membaca Buku dari Konvensional ke Digital
oleh Yulianingsih*
FRESH.SUAKAONLINE.COM – Berkaca pada diri sendiri dan segelintir kawan yang mengeluhkan membeli buku ketika dosen menyuruh. Mungkin faktor biaya jadi salah satu pertimbangannya. Tapi coba bayangkan dan bandingkan harga buku dengan biaya jajan, biaya keperluan sehari-hari atau biaya nonton bioskop dan hangout bersama teman-teman dan masih banyak lagi pengeluaran lainnya. Tentunya lebih besar bukan ketimbang membeli buku.
Cukup mengherankan ketika mengatasnamakan harga, toh terkadang mampu beli barang yang lebih mahal dari harga buku. Rasanya harga bukan jadi masalah utama, karena realitanya keberadaan buku kian tergerus oleh kemudahan gawai. Tak dapat dipungkiri kemudahan dan kemewahan yang ditawarkan gawai lebih menarik dibanding membeli buku yang tebal dan menguras tenaga untuk membawanya.
Sebagian orang mungkin masih tetap asyik ketika membaca buku konvensional ketimbang menggunakan gawai semisal e-book. Ada kepuasan tersendiri ketika menyelesaikan bacaan dengan jumlah yang banyak juga lebih memaknai dan meresapi setiap bacaan yang ada dalam buku. Tapi sebagian lagi, mungkin sudah mulai beralih menggunakan gawai sebagai media baca atau referensi belajar.
Bukan tak mungkin, antusiasme terhadap buku kian hari kian menipis dan menjadi sumber utama buku bukan hal yang penting lagi. Melansir dari cnnindonesia.com membaca menggunakan gawai ketimbang buku konvensional secara ilmiah memberi dampak tak baik. Cenderung kurangnya konsentrasi karena teralihkan dengan game, sosial media dan lainnya.
Selain itu, membaca buku konvensional meningkatkan daya ingat dan fokus yang terjaga ketimbang membaca di gawai semisal e-book. Membaca buku konvensional juga dapat memberi ketenangan dibanding menggunakan gawai. Hal ini karena semakin lama berhadapan dengan layar gadget dapat memberikan rasa stres bagi pengguna.
Belum lagi membaca menggunakan gawai cenderung menahan orang untuk berhenti artinya kemungkinan besar waktu yang dihabiskan lebih lama. Beda halnya dengan membaca buku konvensional orang cenderung memberikan batas waktu sehingga tidak berlebihan dan teratur. Gawai semisal e-book atau buku konvensional adalah dua hal yang bisa digunakan sebagai media baca.
Tak ada larangan penggunaan gawai sebagai media baca, tapi dalam hal ini jangan sampai gawai mengendalikan diri dan menjauhkan dari sumber bacaan buku konvensional. Perlu menanamkan kesadaran diri jangan sampai lambat laun rasa antusiasme kepemilikan buku kian rendah. Umpamanya bisa kita lihat dalam realita ketika seseorang akan belajar masak, gawai semisal youtube atau instagram dirasa lebih menarik dan praktis ketimbang buku masak konvensional.
Memang tak dapat dihindari tapi bukan berarti antusiasme terhadap kepemilikan buku kian rendah. Banyak manfaat yang didapat dengan membaca buku konvensional diantaranya dapat menenangkan pikiran, meluangkan waktu untuk membaca meningkatkan daya ingat. Hal ini juga sebagai bentuk apresiasi terhadap karya penulis.
Jika kita lihat lebih jauh rasanya selama masa pendidikan wajib 12 tahun kita tak pernah lepas dari membaca buku konvensional dibanding gawai. Artinya selama bertahun-tahun kita mampu meluangkan diri untuk membaca dan hal ini sebagai upaya memupuk antusiasme terhadap kepemilikan buku. Tapi sekarang tebalnya buku bisa jadi pertimbangan untuk tetap menggunakan buku konvensional atau tidak.
Seiring berkembangnya masa, kian hari anak-anak juga terkadang sudah diberikan gawai sebagai sumber bacaan ketimbang buku konvensional. Maka hal yang wajar bila rasa antusiasme terhadap buku kian rendah akibat kemudahan dan kebiasaan menggunakan gawai. Khawatir dan prihatin rasanya kata yang cocok menggambarkan situasi ini.
Bukan tak mungkin buku bahkan bisa hilang seiring semakin canggihnya teknologi. Padahal untuk jadi sebuah buku banyak proses panjang dan kontribusi dari banyak orang apapun jenis bukunya. Wajar jika sebuah buku memiliki nilai dan harga karena memang proses panjang itu memiliki nilai yang sangat besar. So, buat para Fresh Reader tak ada salahnya kembali lagi membaca buku konvensional. Siapa tahu nanti jadi penulis yang ingin bukunya juga dibaca oleh banyak orang.
*Penulis merupakan mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi Syariah semester empat UIN SGD Bandung dan anggota magang LPM SUAKA 2021
