Sedekah Digital jadi Inovasi, Efektifitas Ditentukan Platform
![](https://fresh.suakaonline.com/wp-content/uploads/2024/03/ilustrasi-fresh-google-kamera-1-1075x605.png)
![](https://fresh.suakaonline.com/wp-content/uploads/2024/03/ilustrasi-fresh-google-kamera-1.png)
Ilustrasi Oleh: Yazid Rizki Agung/Suaka
Oleh: Mujahidah Aqilah/Magang*
FRESH.SUAKAONLINE.COM – Seiring berkembangnya zaman, manusia terus menerus melakukan transformasi budaya. Mulai dari zaman kolonial hingga era milenial, dari era non-digital hingga era digital. Transformasi ini membuat perubahan besar bagi berbagai aspek kehidupan manusia. Segala kegiatan manusia yang biasa dilakukan serba manual berubah menjadi serba digital.
Berbicara mengenai transformasi digital, tidak dapat dipungkiri setiap harinya, di setiap aspek kehidupan kita tidak terlepas dari yang namanya digital. Mulai dari mengecek smartphone hanya untuk melihat jam, mengabari teman tentang keadaan mereka melalui chat, transfer uang untuk biaya kuliah, sampai ke arah religius sekalipun.
Bersedekah misalnya, saat ini sudah mengalami perubahan. Sedekah yang biasanya dilakukan secara manual; lewat kotak amal masjid, celengan di depan mini market dan langsung ke tempat penerima sedekah, sekarang bisa dilakukan hanya dengan satu kali klik melalui aplikasi atau website.
Masifnya Sedekah Online di Indonesia
Dilihat dari jumlah unduhan beberapa platform sedekah digital di playstore seperti pada aplikasi Kitabisa, Dompet Dhuafa, dan Ayo Sedekah, pengunduhan aplikasi-aplikasi tersebut sudah dilakukan lebih dari 1 juta kali. Tidak hanya lewat aplikasi sedekah digital, banyak masjid yang sudah memberi alternatif pembayaran lain selain dengan cara memasukan uang ke kotak amal, yakni sedekah dengan pembayaran melalui barcode Qris yang biasanya dicantumkan pada kotak amal.
Dengan sedekah digital, donatur dapat bersedekah di mana pun dan kapanpun, tanpa terbatas oleh waktu, tempat dan penerima dana. Mulai dari seribu rupiah, kita bisa memberikan manfaat untuk orang yang membutuhkan sehingga tiada alasan lagi untuk malas bersedekah karena tidak ada uang kecil atau tempat yang terlalu jauh.
Selain tidak terbatasnya akses oleh ruang dan waktu bagi para donator, akses yang cepat dan mudah juga dirasakan bagi penggalang dana. Hanya dengan mengisi data diri dan mengikuti arahan dari aplikasi, penggalang dana sudah dapat mengumpulkan uang dari para donator dan mencairkannya melalui rekening yang terdata.
Pandangan MUI Terkait Sedekah Digital
Menurut fatwa MUI, pranata keuangan sosial Islam haruslah ramah akan digitalisasi, karena dengan digitalisasi keuangan sosial, seperti wakaf, zakat, dan sedekah, akan memudahkan partisipasi masyarakat secara luas. Selain itu, digitalisasi ini akan menjadi sarana integrasi antara kegiatan sektor keuangan komersial dengan keuangan syariah. Hal ini menunjukan sedekah digital sebagai pilihan yang cerdas bagi siapa saja yang ingin bersedekah, terbebas dari hambatan-hambatan sedekah secara konvensional.
Dikutip dari website Badan Wakaf Indonesia, banyak kelebihan yang akan kita rasakan saat menjadikan sedekah digital sebagai pilihan. Pertama, yaitu bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja karena dapat diakses 24 jam melalui handphone. Kedua, yaitu memberikan sedekah secara cepat, dengan cara one-click memasukan nominal uang, sedekah akan segera tersalurkan ke penggalang dana.
Kemudian, yang terakhir adalah memiliki transparansi dana dan data yang jelas. Platform sedekah online ini menyajikan beberapa pilihan galangan dana, donatur dapat memilih galangan dana mana yang akan disalurkan, melihat siapa yang menjadi penggalang dana dan jumlah dana yang terkumpul.
Sedekah Digital pun memiliki Kelemahan
Mudahnya akses bagi para donatur dan penggalang dana menjadi celah bagi sistem sedekah digital ini, salah satunya ialah dapat terjadinya penyalahgunaan dana yang terkumpul menjadi faktor kelemahan dari sedekah digital, alih-alih donasi tersalurkan kepada kaum duafa, justru disimpan untuk kepentingan pribadi.
Dilansir dari Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Keuangan, kasus ini terjadi pada Cak Budi pada tahun 2017, yang menggunakan hasil penggalangan dana tidak sesuai dengan tujuan awalnya. Mulai dari 2016 hingga 2017 total dana yang diterima Cak Budi sebesar Rp. 1.066.256.646 masuk ke dalam rekening pribadinya ternyata dana tersebut dimanfaatkan oleh Cak Budi untuk membeli mobil Fortuner dan IPhone 7 dengan alasan untuk kebutuhan operasional Cak Budi dalam kegiatan sosial.
Beberapa pihak turut menanggapi kasus ini. Menteri sosial, Khofifah Indar Parawansa beranggapan bahwa menurut Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Dana Sumbangan, hanya 10 persen dana dari sumbangan yang dapat dijadikan sebagai penunjang layanan kesejahteraan sosial, itupun hanya boleh dilakukan oleh lembaga atau komunitas sosial yang sudah mendapat izin dari Kementrian Sosial.
Menurut CMO Kitabisa, Vikra Ijas yang dikutip dalam kompas.com pada tahun 2017, penggalangan dana yang sudah dicairkan pada tahun 2017 adalah sebesar 200 juta rupiah dari total dana terkumpul 700 juta rupiah dengan laporan yang sudah diverifikasi oleh Kitabisa, sedangkan pengakuan dari Cak Budi mengenai uang yang dibelikan mobil Fortuner dan iPhone 7 merupakan hasil dari donasi yang masuk ke dalam rekening pribadinya. Sehingga pihak Kitabisa tidak mengetahui dan tidak bisa ikut campur dalam kasus ini.
Hal ini tentu menjadi sarana evaluasi bagi beberapa pihak yang terlibat, para donator harus lebih memilah mana yang dapat dipercaya dan mana yang tidak dapat dipercaya, terutama evaluasi bagi pengelola aplikasi sedekah digital khususnya aplikasi Kitabisa, diharuskannya untuk bekerja sama dengan pihak berwenang.
Lantas bagaimana dengan sedekah konvensional? Apakah tidak transparannya dari sedekah digital dapat ditutupi dengan sedekah konvensional? Nyatanya, penyalahgunaan dana sedekah secara konvensional tidak bisa menutupi ketidaktransparansian tersebut, karna tempat dikumpulkannya dana atau biasa kita sebut kotak amal tidak terjamin keamanannya. Beberapa kasus pencurian dan penggelapan dana sedekah tidak ada pengawasan juga tidak ada transparansi nominal dan kejelasan kemana dana sedekah tersebut disalurkan.
Dengan bersedekah secara konvensional, dana yang kita salurkan akan lebih objektif, langsung kepada penerimanya. Merujuk pada peraturan BAZNAS No. 2 tahun 2016 tentang Pembentukan dan Tata Kerja Unit Pengumpul Zakat, sedekah ialah harta atau non harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat. Dengan demikian, salah satu keunggulan sedekah konvensional yaitu tidak terbatas oleh nilai, selain dengan harta, donatur dapat memberikan bantuannya baik berupa makanan, pakaian, dan lain sebagainya.
Pentingnya Memilah Platform dan Cara Bersedekah Sesuai Kemampuan
Jika kita bandingkan keduanya, akan muncul pendapat bahwa sebetulnya tidak ada yang paling unggul dari keduanya. Keduanya hanya menjadi alternatif yang akan menyesuaikan dengan kondisi kita sebagai donatur. Sedekah digital tidak dapat disebut sebagai pengganti sedekah konvensional karna keduanya punya keunggulan masing-masing.
Sedekah digital dengan keunggulan praktis dan lebih luas aksesnya, sedekah konvensional dengan keunggulan tidak terbatas oleh hartanya. Baik sedekah digital ataupun konvensional, keduanya tidak akan menghilangkan esensi dari sedekah itu sendiri, yaitu berbagi kepada yang membutuhkan.
Lantas bagaimana cara kita untuk mengantisipasi hal negatif dari sedekah digital dan sedekah konvensional? Jika permasalahannya ada pada tersampaikannya pada penerima dana, maka pengawasan dan transparansi hingga sampai kepada penerima dana menjadi hal yang harus ditekankan baik bagi sistem sedekah digital maupun sedekah konvensional, sebab hal tersebut termasuk kedalam hal yang krusial.
Memilah dan memilih platform juga pihak penggalang dana untuk bersedekah secara digital menjadi PR bagi para donatur agar senantiasa berhati-hati dalam menggunakan fitur sedekah digital. Platform tersebut harus ada legalitas hukum. Jadikan transformasi digital yakni sedekah digital dapat mejadi pilihan cerdas yang dapat diakses oleh banyak kalangan masyarakat dengan objek yang lebih luas lagi. Juga jadikan sedekah konvensional sebagai pilihan dalam sedekah non-harta dengan penerima bantuan dengan sejelas-jelasnya.
* Penulis merupakan Mahasiswi UIN SGD Bandung Jurusan Hukum Pidana Islam Semester Dua serta Anggota Magang LPM Suaka