Geliat Musisi Siasati Pandemi

*Oleh Siti Hannah Alaydrus dan Adinda Nuurlatifah
FRESH.SUAKAONLINE.COM – Rona nestapa yang muncul akibat penyebaran virus covid-19, masih belum berhenti. Hampir setahun pandemi, virus ini telah meluluhlantahkan berbagai sektor dan segala aktivitas di dalamnya.
Penerapan tindakan preventif untuk menekan penyebaran virus seperti diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), membuat izin penyelenggaraan acara-acara publik turut dicabut. Segala acara yang berpotensi menciptakan kerumunan massa dengan terpaksa harus dibatalkan dan ditunda sampai waktu yang tak ditentukan.
Semua terkena imbas dan turut pontang-panting mengakali situasi yang sedang terjadi. Mulai dari kegiatan kenegaraan, pelaksanaan pendidikan, dan tak terkecuali industri hiburan. Industri musik, yang mengandalkan pertunjukan live dengan massa banyak sebagai salah satu pemasukan utamanya, untuk sementara waktu tidak lagi mendapat pemasukan materil dari pengadaan konser.
Mengutip data Koalisi Seni Indonesia, per April 2020 terdapat 111 rencana konser, tur, hingga festival musik yang batal dilangsungkan. Namun tidak sedikit yang menundanya hingga tahun 2021 sembari menunggu situasi kembali kondusif dan aman.
Mulai dari penyelenggara acara, musisi, kru musik, tim produksi, manajemen, hingga vendor sound system terpaksa menghentikan sementara kegiatan operasional yang biasa dilakukan dan mencari alternatif kegiatan lain.
MoccaBand, grup band asal Bandung ini turut mengutarakan dampak yang dirasakan. Menurut sang gitaris, Riko Prayitno, untuk industri musik yang bagi sebagian orang hanya tersier, sangat megap-megap ketika berbicara pendapatan.
“Secara masalah keuangan, awur-awuran lah ya, bertahan dengan sisa darah penghabisan. Yaaa, kaya gali lubang tutup lubang. Kalau dibilang sulit ya sulit, cuma harus jalan gimana pun caranya,” jelas Riko saat diwawancarai Suaka melalui Google Meeting, Minggu, (29/11/2020).
Riko menjelaskan banyak sekali perubahan yang cukup signifikan dan rencana Mocca yang akhirnya dikonversikan. Terlebih lagi ketika di awal-awal penerapan PSBB. Bahkan jauh sebelum pandemi, Mocca memang cukup sering mengadakan konser dan untuk konser yang terencana tahun 2020, terpaksa harus dibatalkan. “Dari bulan Maret mulai rontok satu-satu. Ada yang udah DP. Ada yang udah dimundurin ke November mundur lagi,” lanjut Riko.
Riko juga mengungkap, awalnya untuk tahun 2020 sendiri, Moccasudah merancang beberapatur “Kita mau bikin secret show tour dan ada beberapa tur yang semester satu dan dua sudah kita set. Semester dua awalnya mau tur ke beberapa kota. Tapi enggak jadi, yaudah, ” helanya.
Lika-liku Hadapi Terpaan Pandemi
Selain para musisi, tim belakang panggung yang terlibat turut harus memutar otak agar roda ekonominya tetap berputar. Menurut pengamat musik sekaligus dosen Musikologi Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Indra Ridwan, adanya pandemi ini berdampak besar terutama pada bisnis musik.
Menurutnya dalam indistri musik terutama bisnis musik ini ada incomposity yang terbagi dua, ada rekaman dan ada pertunjukan. Pertunjukan ini lah yang merasakan dampak yang sangat besar terhadap ekonomi untuk semua orang yang terlibat di dalamnya dari mulai musisi hingga vendor penyelenggara.
“Nah mungkin yang terkena pandemi ini adalah yang pertunjukan live. Karena sekarang kan tidak boleh ada kerumunan. Jadi para penonton yang banyak itu tidak memungkinkan untuk diadakan gitu ya pertunjukan besar itu karena nanti akan ada kerumunan,” tuturnya, Senin (30/11/2020).
Sejalan dengan Indra, seorang penikmat musik yang juga aktif dalam bermusik, Raja Iqbal. berpendapat, dalam ekosistem musik, yang paling dirugikan karena adanya pandemi ini ialah tim belakang panggung karena menyambung hidup dengan penghasilan tersebut, musisi cafe, musisi hajatan, atau musisi lain yang notabene-nya ‘kurang dikenal’.
Mengatasi dampak pandemi menjadi pekerjaan baru untuk orang-orang yang bergelut dibidang ini. terlebih bagi mereka menjadikan pekerjaan dibidang musik sebagai mata pencaharian utama. Seperti yang diungkapkan oleh Personal Assistant penyanyi solo Yura Yunita, Denny Supardan.
Laki-laki yang sudah enam tahun membersamai Yura itu mengungkap, terhitung lima bulan sejak akhir Maret, dia diliburkan. Selain karena kosongnya event, masing-masing masih punya ketakutan untuk bertemu satu sama lain sehingga hanya berkoordinasi via WhatsApp jika dibutuhkan.
“Dan pada bulan Agustus, kita baru kembali ada event. Itupun kalo lagi beruntung, satu bulan duakali. Kalo sepi, sebulan cukup satu aja. Itu juga menurutku sudah sangat membantu untuk kelangsungan hidup. Sedangkan sebelum Agustus itu, kalo Yura sendiri ada aktivitas, dia lebih banyak melakukannya di rumah dan tidak ada asisten,” jelasnya, saat dihubungi Suaka melalui Zoom Meeting, Minggu, (8/12/2020).
Dari segi aktivitas, sebelum pandemi, untuk event yang melibatkan Denny saat di panggung dalam sebulan bisa mencapai lima hingga 10 event. Cukup padat karena harus ke Jakarta dua hari sebelum acara berlangsung. Waktu senggangnya hanya sehari dalam seminggu. Berbeda jauh ketika badai pandemi melanda, hampir empat bulan tidak ada aktivitas baru yang dilakukan selain video call teman setiap malamnya karena tak lagi bisa berkumpul.
Denny menjelaskan, tak sedikit yang dengan terpaksa beralih profesi sementara untuk tetap menunjang kehidupan sambil berharap wabah cepat berakhir. “Banyak yang kecewa, banyak yang ingin marah tapi enggak tau harus marah ke siapa. Banyak yang jatuh, banyak temen-temen yang akhirnya memilih mengalihkan usaha nya ke makanan,” ungkap Denny.
Denny juga mengatakan, sebagai orang yang tidak bisa berbisnis, pendapatan utamanya 100 persen mengandalkan dari penghasilan kerja sebagai tim Yura. Hingga selama pandemi, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, hampir 70 persen harus membongkar tabungan pribadi.
“30 persen, karena aku tinggal bareng sama Tim Yura, jadi kita berbagi. Contohnya makan siang bareng, di rumahku yang masak dan sebenernya kita sering dikirim makanan sih sama Yura, jadi dia banyak membantu juga,” lanjutnya.
Tak hanya itu, Executive Creative Director Nukahiji Indonesia, Yudha Tenggara, salah satu Event Organizer yang cukup sering meng-handle kegiatan konser musik, turut mengungkap banyak industri yang lumpuh karena pandemi ini. Perusahaan yang ia jalani pun, cukup banyak membatalkan event yang seharusnya berjalan di tahun ini. Banyak sponshorship yang tidak berani dealing event dan mundur.
“Ada sekitar 8-10 event yang dibatalkan termasuk saya membatalkan kontrak dengan beberapa artis, beberapa band yang akhirnya mereka ga terima bayaran.,” ungkapnya melalui Zoom Meeting, Selasa, (1/12/2020).
Pria yang akrab disapa Dhado itu juga mengungkap, salah satu festival musik yang Nukahiji Indonesia prakasai dan melibatkan artis luar negeri, terpaksa dibatalkan. “Tadinya mau diadain di akhir-akhir November kalo ga salah. Pengen bawa satu band luar negeri lah. Sejak pandemi awal bulan Maret, kita memutuskan untuk memberhentikan aja,” keluh Dhado.
Selain pihak penyelenggara, yang harus menghadapi kekecewaan karena batalnya konser musik adalah penonton yang sudah membeli tiket. Resty Putri, yang biasanya setiap tahun menonton konser, dan tahun ini satu tiket yang sudah Resty beli, terpaksa batal dan ia terima kembali dalam bentuk uang.
“Awalnya mereka bikin opsi, tiket nya mau di-hold dan dipakai di-next konser atau di-refund. Tapi karena kondisi pandemi yang semakin parah di Indonesia, mereka akhirnya refund semua tiket. Refund-nya 100 persen dari harga tiket,” jelasnya, Kamis (26/11/2020).
Konsultan di bidang konstruksi di Jakarta itu kembali menjelaskan, meski keadaan ini membuat lebih hemat karena sekarang sudah mulai banyak konser online yang harga tiketnya lebih terjangkau bahkan gratis, rasa sedih itu tetap ada.“Sedih banget sih. karena kan kita udah beli dari jauh-jauh hari, apalagi konser yang aku datengin ini dari artis-artis luar,” ujarnya.
Adaptasi Bermusik Daring
Semua aspek yang berkutat di dunia musik, dituntut untuk memutar otak dan beradaptasi agar tetap bertahan dan eksis berkarya di industri musik. Pengamat musik, yang merupakan dosen musik Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI), Indra Ridwan, kepada Suaka, Senin, (30/11) mengatakan, yang menjadi dampak utama memang dalam seni pertunjukan live, sedangkan komposisi, seperti membuat rekaman, itu jadi tantangan agar lebih kreatif.
“Harus membuat inovasi ya, membuat kreatifitas lain melalui media elektronik untuk menghasilkan suatu produk yang tentunya nanti bisa dijual produk tersebut. Musik, lagu, dan lain sebagainya,” tuturnya.
Hal senada juga disampaikan oleh gitaris Mocca, Riko Prayitno, menurutnya, 2020 adalah tahun penyaringan. Are you real musician or not? Karena sebuah bandtidak hanya berkumpul dan membuat musik hanya untuk uang.
Riko menjelaskan, meski kaget ketika mengetahui bahwa rencana satu tahun terancam gagal, Moccamengevaluasi kembali rencana yang sudah dibuat dan memilah mana yang bisa dijalankan di tengah keadaan yang seperti ini.
Bakmenolak kehilangan cara untuk tetap bergerak, meski dengan keterbatasan karena kesulitan untuk bertemu, album Day by day yang direncanakan hanya empat lagu, menjadi sembilan lagu dan berhasil diluncurkan pada tahun ini.
“Untungnya teknologi udah maju, kita tetap bisa bikin lagu, jadi kita kirim-kiriman file aja, sulit sih sebenernya dibanding misalnya kita ngumpul langsung—on the spot kita ekseksusi, dibanding sekarang bikin sendiri-sendiri dari rumah—dilempar satu sama lain, cuma we gotta do what we do, jadi ya Alhamdulillah sih kita bisa bikin album dimasa yang sulit seperti ini,” ungkap Riko.
Untuk Mocca sendiri, tambahnya, aktivitas virtual adalah suatu hal yang baru. “Kita beradaptasi dengan cepat. Masing-masing harus bisa mengoperasikan sound card untuk rekaman, terus bisa bikin konser-konser online, jadi lumayan ngulik banget lah,” tutupnya.
Denny juga menjelaskan, berangkat dari kegelisahan karena empat bulan lamanya harus kehilangan berbagai panggung musik, kolektif Tim Produksi Panggung di Bandung membuat platform “Dengar Dari Sini” yang berupa live streaming di kanal Youtube dan Instagram.
Dari situ, Denny mengungkap menjadi lebih paham teknis dan belajar ilmu baru bagaimana sistem di Youtube dan Instagram. Meski sudah belasan episode terlaksana, dan kerap mendapat ‘saweran’ yang kemudian antar mereka saling berbagi, aktivitas ‘Dengar Dari Sini’ dilakukan dari hati dan niat bersenang-senang.
“Jadi salah satu solusi dari anak-anak ngadain itu untuk berbagi sih, untuk tetap semangat dan tidak lupa kerja. Kita punya hobi di musik, kita engga pengen lupa kalau kita kerja di musik, dan kita punya fasilitas untuk tetap ingat kerjaan kita itu,” jelasnya.
Digitalisasi, Jalan Pintas Jaga Kreativitas
Hari-hari bergulir dan 2020 hampir berakhir. Pandemi yang belum juga enyah tak membuat ingin menyerah, banyak pihak terbukti mampu untuk bisa menaklukkan tantangan. Digital assets hingga merchandise dimainkan sedemikian rupa agar menarik dan mendatangkan transaksi jual-beli di dalamnya.
Seperti yang diungkapkan pihak Media Relations Mocca, Nindyas Primandini, bahwa mereka turut membantu tim kru agar tetap bekerja, yakni dengan membuat merchandise Mocca yang mereka desain sendiri, setelahnya dijual. “Apapun yang bisa dimaksimalkan, semua bidang misalnya, yang paling jalan digital itu dikorvensikan jadi uang ya walaupun engga gede, tapi tetap ada,” Ujar Nindyas, Minggu, (29/11).
Beberapa hal lainnya yang patut disyukuri menurutnya adalah banyaknya kemunculan model bisnis musik yang baru, serta naiknya grafik kreativitas berkarya karena pembatasan kegiatan di luar ruangan. Turut disampaikan oleh pengamat musik, Indra Ridwan, bahwa dengan keadaan seperti ini banyak waktu dirumah untuk berkreasi, berkolaborasi, berinovasi.
“Kesempatan untuk mencari hal baru lebih banyak. Sehingga terjadi ada konser virtual misalnya. Musik-musik jadi dibuka bebas. Bisa saling tukar-tukar ide, gagasan. Jadi semakin kreatif dan inovatif. Nanti mungkin hasilnya akan lebih luar biasa,” ungkap Indra.
Pernyataan tersebut didukung oleh musisi asal Serang yang tergabung dalam Harmony Music, Dandi Lugas Priadi, meski di bulan ke dua pandemi ada empat schedule yang masuk dan semua terpaksa batal, Dandi memanfaatkan waktu di rumah ini sebagai kesempatan baginya untuk berkarya, berlatih, dan menciptakan lagu. Dan dengan adanya media seperti YouTube dan Instagram, memudahkan untuk mempublikasikan hasil karyanya.
“Sebenarnya saat pandemi ini waktu yang cocok untuk musisi membuat album atau karya.. Selama pandemi ini saja saya sudah mengisi dua lagu pada band secondmeru yang beraliran Japan rock,” ungkapnya pada Senin, (7/12).
Seakan menjawab tantangan pandemi, banyak artis musisi dan beberapa band turut mengadakan panggung-panggung virtual. Meski masih meraba-raba, inisiatif yang bisa mendukung keberlanjutan bisnis masih bisa dipikirkan dan kesempatan menjaga kreativitas di rumah masih bisa dipilih dibanding harus mempertaruhkan kesehatan orang banyak.
Resty Putri, berharap ke depannya para pekerja musik lebih kreatif lagi untuk membuat konser-konser online. “Bisa dengan mengambil contoh konser musik online yang dilakukan di negara lain seperti Korea Selatan. Meskipun konser dilakukan online, penonton masih bisa terlibat dengan penyelenggara acara menampilkan layar besar yang berisi on-cam penonton-penonton online secara langsung. Jadi konser tidak terjadi satu arah saja,” jelasnya.
Senada dengan Resty, Indra Ridwan, pengamat musik, juga masih menggunakan contoh diluar negeri untuk di adopsi pelaksanaannya di Indonesia. Konser bisa saja diadakan di sebuah panggung biasa. Dan penonton melihat langsung tetapi berada di mobil dan lapangan seperti drive-in.
“Di Ancol kalau saya dulu seperti itu. Jadi masih bisa melibatkan penonton, masih bisa melibatkan kru, masih bisa menggunakan perlengkapan pertunjukan secara profesional gitu itu kan salah satu cara juga,” tutupnya.
Meski dengan keterbatasan, tak sedikit yang menolak menyerah dengan keadaan pandemi yang kian hari kian tak pasti. Beragam bentuk adaptasi dalam berkarya dapat dilakukan. Bergerak meski terbatas dan berjalan walau pelan. Hingga nanti keadaan memulih, panggung musik tak lagi sekadar virtual. Kerinduan dan antusiasme yang sudah kadung tertahan, siap meluap sedemikian besar di setiap gelaran musik nantinya. [Kru Liput: Syifaurrahman, Rizky Syahaqy]
Editor Fresh : Bestari Saniya