Dari Ragu Hingga Tak Percaya Diri, Kenali Fenomena Impostor Syndrome
FRESH.SUAKAONLINE.COM – Holla Fresh Reader! Siapa di antara kamu yang sering merasa tidak percaya diri? Atau ragu pada kemampuan yang kamu miliki? Tentunya, rasa ketidakpercayaan diri seringkali muncul pada setiap orang tanpa terkecuali. Akan tetapi, menjadi suatu fenomena serius ketika perasaan demikian kerap mengganggu dan menghambat diri kita untuk melakukan sesuatu yang baru atau capaian baru.
Ternyata hal ini ada istilahnya, lho, Fresh Reader. Yap, impostor syndrome. Melansir dari orami.com, istilah impostor syndrome ternyata pertama kali digunakan oleh Psikolog, Suzanna Imes dan Pauline Rose Clance pada tahun 1970-an. Wah, sudah lama ya ternyata.
Mungkin, Fresh Reader mendengar istilah impostor dalam game Among Us, yakni karakter yang sangat dijauhi oleh karakter lain karena akan mematikan permainan serta menipu teman-temannya. Dalam kehidupan sehari-hari, ternyata kita dapat menemui impostor dalam bentuk sindrom dalam diri kita. Istilah ini menginterpretasikan perasaan seseorang yang merasa tidak percaya diri, meragukan diri sendiri, maupun merasa tidak kompeten dalam sebuah pekerjaan ataupun pendidikan.
Pola perilaku seperti ini kerap kali merasa tidak pantas meraih pencapaian dan kesuksesannya sendiri. Tak hanya itu, orang yang mengidap sindrom ini merasa kesuksesan yang diraihnya hanya karena keberuntungan atau kebetulan semata, bukan karena kemampuan intelektual dirinya sendiri.
Mereka yang terdiagnosa impostor syndrome sering terobesesi terhadap pemikiran akan melakukan kesalahan, mendapat umpan balik negatif, dan dihantui berbagi ketakutan. Walaupun impostor syndrome tidak termasuk ke dalam klasifikasi gangguan jiwa, akan tetapi impostor syndrome dapat mengganggu pola hidup sehari-hari seperti mudah merasa cemas, stress, bahkan depresi berat.
Meski bisa terkena kepada siapapun, beberapa penelitian terdahulu banyak mengungkapkan bahwa fenomena ini kerap kali ditemukan pada orang-orang cerdas. Ada banyak faktor penyebabnya. Salah satunya, pola asuh keluarga yang terlalu mengedepankan suatu pencapaian intelektual yang tinggi dan tidak mengajarkan bagaimana menerima berbagai pencapaian.
Faktor selanjutnya ialah adanya tekanan serta tuntutan dari lingkungan di mana seseorang dianggap berharga ketika dirinya sukses, begitupun sebaliknya. Ditambah, jika ada peran baru di masyarakat. Eitss… gimana tuh maksudnya? Sebagai contoh, seseorang yang semula memiliki peran sebagai mahasiswa, lalu ketika lulus ia akan mendapat peran baru yaitu sebagai pekerja. Nah, dari sanalah timbul berbagai persepsi baru dan memungkinkan hadirnya dinamika perasaan serta cara pandang baru terhadap dirinya sendiri.
Adapun faktor lain yang paling mencolok adalah sikap perfeksionis. Ketika kita ingin selalu melakukan segala sesuatu dengan sempurna. Alhasil, rentan mengalami kekecewaan terhadap diri sendiri ketika dihadapkan pada suatu pencapaian yang gagal atau tidak sesuai dengan ekspektasi.
Kalau Fresh Reader, bagaimana? Apakah kalian turut merasakan beberapa faktor di atas? Walau bukan salah satu jenis gangguan mental, impostor syndrome yang dibiarkan berlarut-larut bisa menyebabkan kita mengalami gangguan kecemasan hingga depresi. Oleh karena itu, ketika perasaan tersebut sudah cukup mengganggu, sebaiknya bisa mendatangi profesional seperti psikolog atau dokter spesialis kejiwaan.
Lebih lanjut, impostor syndrome juga berbicara perihal mindset seseorang dalam menyikapi dirinya sendiri. Gejala-gejala yang timbul berasal dan terjadi pada diri sendiri pula. Kunci dari bisa terbebas dari belenggu impostor syndrome ini adalah menerima dan bersyukur untuk segala hal.
Setelah itu, Fresh Reader bisa menghadapi perasaan ini dengan menyadari dan mengakui apa yang dirasakan. Menuliskan perasaan yang dirasakan serta alasan spesifiknya juga ternyata bisa membantu kita untuk menyadari bahwa bisa saja keraguan kita sebenarnya tidak berdasar. Hal tersebut tentunya dapat membantu kita dalam melawan pikiran negatif bahwa tidak perlu ada yang dikhawatirkan.
Tak sampai di situ saja, ketika merasa butuh bercerita, kita bisa bercerita kepada orang-orang terdekat untuk membantu memberikan pandangan positif dalam mengenali kemampuan dan kekurangan diri. Kita juga harus mengingat bahwa kita berada pada posisi saat ini karena suatu usaha dan keputusan yang kita buat, bukan sekadar keberuntungan atau kebetulan semata.
Fresh Crew: Pijri Paijar/Kontributor
Editor Fresh: Fatimah Nur’aini/Suaka