Dua Garis Biru : ‘Surat Cinta’ untuk Keluarga
Judul : Dua Garis Biru
Pemain : Angga Aldi Yunanda, Adhisty Zara, Lulu Tobing, Cut Min Theo, Dwi Sasono, Arshwendy Bending, Rachel Amanda
Sutradara : Gina S. Noer
Genre : Drama
Tanggal Rilis : 27 Juni 2019 (penayangan khusus) 11 Juni 2019
Durasi : 153 menit
FRESH.SUAKAONLINE – “Melahirkan itu sekali dan menjadi orang tua itu seumur hidup.” Kalimat yang dapat menggambarkan film remaja garapan Starvision Plus, Dua Garis Biru. Film yang berdurasi 153 menit ini menceritakan dua remaja yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) menjalin kisah asmara menjelang akhir sekolah, yaitu Bima (Angga Aldi Yunanda) dan Dara (Adhisty Zara).
Diawali dengan adegan Dara dan Bima yang berani melanggar batasan sepasang kekasih yang tanpa tahu konsekueksinya. Mereka harus menanggung resiko atas pilihan mereka yaitu pernikahan dini. Kisah ringan Dua Garis Biru ini menjadi semakin menarik, banyak pesan-pesan yang bermakna sepanjang film. Film ini mengajarkan betapa pentingnya peran orang tua dalam mengawasi anaknya termasuk memberikan pemahaman tentang sex education.
Tak hanya menyuguhkan pendidikan seks, Dua Garis Biru menyajikan dialog tentang bahaya hamil muda beserta resiko kematiannya, kesiapan menjadi seorang ayah, putus pendidikan, perdebatan masalah adopsi dan aborsi, semua dikemas menjadi satu sekaligus gambaran solusi tentang seks dan pernikahan dini.
Film ini tidak terlalu banyak dialog, tetapi sang sutradara, Gina S. Noer, meracik pembicaraan melalui adegan, seperti dua orang yang saling tatap, mimik wajah yang berkarakter, semua adegan tersebut menyampaikan suatu pesan. Bahkan benda matipun ikut berbicara, seperti ketika mereka memakan kerang, Dara memisahkan kerang yang sudah terbuka dan yang masih tertutup, yang menggambarkan bahwa yang yang sudah terbuka tidak segar lagi.
Selain itu, semua ekspresi berakting maksimal bahkan dalam momen serius yang ditampilkan sejak awal dicairkan dengan adegan-adegan konyol, seperti adegan Dewi (Rachel Amanda) yang datang marah-marah karena perlakuan adiknya, ekspresi kesal yang seharusnya membuat penonton tertampar, malah jadi ketawa.
Detail visual yang ditulis Gina ini memberikan gambaran bagaimana menghadapi masalah bardasarkan strata ekonomi kehidupan. Melalui karakter Ibunda Bima (Cut Mini) dengan kelas religius dengan pendidikan rendah, sedangkan Ibunda Dara (Lulu Tobing) dengan kelas berpendidikan tinggi dan paham masa depan.
Dialog mereka menjelaskan bahwa keinginan mereka yang bertolak belakang, keinginin Ibunda Bima untuk anaknya menikah dan anak dari Dara masih diasuh oleh pihak keluarga sedangkan Ibunda Dara ingin anak dari Dara diadopsi dan melupakan semuanya hingga Dara melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Dua sisi ini memiliki kebijakan masing-masing bagaimana sebagai orang tua dalam memecahkan persoalan pernikahan dini. Kejelian seperti ini dijabarkan sering kali pada umumnya akan terjadi pada kehidupan nyata, dalam hal ini patut diacungi jempol bagi Gina dalam mengemasnya.
Sisi lainnya kehadiran Asri Welas yang selalu memecahkan suasana bungkam, menjadi terpotong dengan tingkah konyolnya karena tiba-tiba memasuki ruang periksa, di sini menggugah penonton merasa iba dan suasana kering tiba-tiba.
Hadirnya film ini menjadi surat cinta bagi keluarga yang sedang atau pernah menghadapi kesalahan, sajian dalam proses saling memaafkan satu sama lain beserta perjalanannya berjalan baik. Selain itu, tamparan dari Gina menguragi jumlah kesalahan fatal seperti kehamilan dini yang terjadi di Indonesia. Film ini menjadi rekomendasi untuk ditonton keluarga di Indonesia guna memahami hal dasar seperti seks bebas dan resiko kematian dari kehamilan di usia muda.
Fresh Crew : Lu’lu Uswatun Hasanah
Editor Fresh : Rizky Syahaqy