Mahasiswa Rantau: Homesick di Tengah Tuntutan Akademik
![](https://fresh.suakaonline.com/wp-content/uploads/2022/03/WhatsApp-Image-2022-03-30-at-10.06.57-AM.jpeg)
FRESH.SUAKAONLINE.COM – Nenek moyangku orang pelaut, gemar mengarung luas samudera, menerjang ombak tiada takut, menempuh badai sudah biasa. Nah, itu adalah sebagian lirik lagu yang dibuat oleh Ibu Sud. Lagu ini menceritakan awal mula bangsa Indonesia gemar sekali menjelajah tempat baru. Dengan berbagai alasan, hal tersebut kini membudaya dan masih tetap dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Namun bukan dengan mengarung lautan tentunya, ya.
Berpindah dari kampung halaman ke kota besar adalah cerminan budaya nenek moyang yang masih terbawa hingga saat ini. Para perantau dari penjuru negeri tak henti-hentinya berdatangan ke kota atau bahkan pulau lain. Dengan berbagai macam latar belakang, mereka begitu yakin akan masa depan cerah di tempat rantauan. Salah satu hal yang melatarbelakanginya adalah untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi.
Mahasiswa rantau Sosiologi UIN SGD Bandung, Prabawati Oktaviana merasakan hal tersebut. “Orang-orang sini itu kebanyakan suku Minang ya di Pekanbaru itu. Nah mereka emang suka merantau, bahkan di sini (Pekanbaru) didominasi sama orang Minang. Mungkin udah budaya gitu, merantau buat ngembangin apa yang mereka punya mungkin,” ujarnya, Selasa (15/3/2022).
Keberadaan kaum terpelajar di suatu negara konon katanya memengaruhi masa depan negara tersebut. Semakin tinggi jenjang pendidikannya, akan semakin berkualitas pula manusianya. Namun sayangnya fasilitas pendidikan di negara kita belum terlalu merata. Khususnya keberadaan perguruan tinggi negeri yang memiliki nama besar, keberadaannya cenderung terpusat di pulau Jawa saja.
Memang pada umunya, mahasiswa yang merantau akan lebih memiliki kemandirian dan cenderung punya kebebasan di kota rantauan. Namun hal itu tidak berlaku pada setiap mahasiswa. “Justru waktu kita bebas itu kita akan keinget lagi tentang rumah. Kayak ‘oh kalo di rumah ga akan boleh kayak gini’. Mungkin karena aku itu anaknya ga terlalu suka kebebasan dan udah biasa di atur. Jadi saat aku ga diatur tuh malah kangen sama aturan itu,” .
Tetapi yang banyak luput dari perhatian orang awam mengenai budaya rantau khususnya pada kaum mahasiswa adalah dampak psikologisnya. Memang di satu sisi merantau akan melatih jiwa kemandirian, tapi juga berarti si mahasiswa harus menanggung rasa rindu akan orangtua dan kampung halamannya. Di sini lah masalahnya muncul, banyak kasus di mana mahasiswa merasa homesick atau rasa gelisah karena rindu akan rumah.
Dalam kasus ini, gangguan kecemasan yang dialami oleh mahasiswa benar adanya. Vian kembali memberikan sudut pandangnya sebagai mahasiswa rantau terkait hal ini. Menurutnya, ia seringkali teringat akan rumahnya apalagi diawal masa perantauannya.
Fenomena Homesick Pada Sudut Pandang Psikologi
Homescik sendiri termasuk dalam jenis gangguan kecemasan, maka hal ini tidak akan jauh dari pembahasan dalam ranah psikologi. Fresh crew berhasil menggali informasi terkait hal ini pada salah satu Dosen Psikologi UIN SGD Bandung, Nisa. Beliau menjelaskan bahwa homesick adalah sebuah hal yang wajar terjadi. Terlebih sifat alamiah manusia yang perlu bertemu dan menjalin kasih dengan orang yang disayang.
“Secara psikologis memang orang yang homesick itu kan orang yang begitu sangat kangen berat gitu ya untuk bisa pulang ke rumah atau berada di rumah bersama orang-orang yang dicintai. Dan tentunya latar belakangnya itu ya kan berbeda-beda ya tadi apakah memang secara psikologis dia sudah lama dengan sosok orang tuanya atau keluarganya gitu atau apa gitu,” jelas Nisa melalui pesan suara Whatsapp, senin (21/3/2022).
Walaupun wajar, hal ini tetap harus mendapat perhatian dari setiap mahasiswa rantau. Karena tidak jarang, banyak kegiatan yang terganggu akibat masalah ini. Dengan dampak negatif yang bisa saja terjadi, maka ada baiknya dilakukan pencegahan sedini mungkin. Pencegahannya dapat sangat beragam dan tergantung pada individunya masing-masing. Namun secara umum, menurut Nisa hal pertama yang bisa dilakukan untuk pencegahan hal ini adalah dengan mencari kegiatan agar tidak terlalu fokus pada rasa rindunya tersebut.
Kemudian jika hal tersebut masih belum bisa mengatasi rasa rindu yang amat berat, Nisa menyarankan untuk mahasiswa rantau agar memiliki jadwal pasti kapan mereka harus pulang kampung. Adapun alternatif lainnya agar masalah ini tidak terus berkembang dan kemudian membahayakan segi psikis mahasiswanya, Nisa menilai perlu adanya dukungan sosial. Dukungan sosial atau support system ini bisa berwujudkan lingkungan yang kondusif dan teman-teman yang bisa menggantikan peran orangtua selama di perantauan.
Nah, kurang lebihnya begitu fresh reader pembahasan tentang homesick yang sebetulnya sangat dekat dengan kehidupan kita. Merantau memang bisa berdampak baik karena melatih kemandirian. Namun ujian mahasiswa rantau adalah rasa rindu rumah itu sendiri. Padahal jika ditelaah, manusia adalah individu yang pasti akan memiliki ruang kosong dihidupnya. Pembedanya, hanya bagaimana cara setiap manusia menyikapi ruang kosong tersebut.
Fresh Crew: Rangga Nugraha/Magang
Editor Fresh: Shafa Maura Zahwa/Suaka