Memanusiakan Manusia Marjinal ala Dark Blue Kiss
Judul : Dark Blue Kiss
Pemain : Tay Tawan Vihokratana, New Thitipoom Techaapaikhun, Aj Chayapol jutamat, Podd Suphakorn Sripothong, Fluke Gawin Caskey
Sutradara : Backaof Aof Noppharnach
Genre : Komedi, Romantis
Tanggal Rilis : 12 Oktober 2019 – 28 Desember 2019
Jumlah Episode : 12
Durasi per Episode : 50 menit
FRESH.SUAKAONLINE.COM – Thailand telah menjadi negara di Asia Tenggara yang cukup terbuka dengan toleransi mengenai gender dan seksualitas. Hal tersebut juga diperlihatkan melalui dunia hiburannya. Salah satu dramanya adalah Dark Blue Kiss, kelanjutan dari series Kiss Me Again (2018) ini menampilkan kisah hubungan percintaan gay antara Pete (Tay Tawan) dan Kao (New Thitipoom) setelah beberapa tahun hubungan mereka berjalan.
Series ini mengentaskan stereotipe dimana dalam pasangan homoseksual yang pasti salah satunya lebih lemah lembut atau lebih kemayu dengan maksud untuk menghilangkan heteronormativitas di dalamnya. Tidak ada penggambaran siapa yang lebih dominan atau siapa yang ‘cowok siapa yang ‘cewek’. Terlihat dari penggambaran dua pasangan yang sama-sama dominan dan tidak lebih ‘lembut’ dari yang lain.
Meskipun cukup toleran terhadap LGBT, faktanya mereka masih harus dihadapkan dengan stereotipe yang dilekatkan masyarakat umum kepadanya. Contohnya apa yang dialami oleh karakter Sun (Podd Suphakorn) yang diusir oleh ayahnya karena mencintai sesamanya dan harus berjuang lebih keras daripada orang-orang hetero.
Padahal faktanya, semua manusia memang harus berjuang karena kesuksesan bukan dilandaskan pada seksualitas seseorang. Para homoseksual seolah ditekankan beban dua kali lipat lebih besar daripada hetero padahal mereka sama-sama manusia. Kalo kata Kao ‘jika kau tidak mau ditunjuk-tunjuk orang lain atas apa yang kau lakukan, tunjukkanlah bahwa kau sudah cukup dewasa untuk memilih.’
Berbeda dengan tanggapan orang tua Sun ketika mengetahui anaknya merupakan seorang homoseksual, ayah Pete menerima anaknya mencintai siapapun asalkan tetap menjadikannya seorang yang lebih baik. Poin yang cukup brilian untuk mengentaskan stereotipe ‘gagal’ yang sering dialamatkan kepada komunitas LGBT ketika mereka berhubungan dengan sesamanya.
Stereotipe yang sering dialamatkan pada komunitas LGBT lainnya adalah bahwa mereka suka kepada siapapun yang terlihat oleh mereka. Tidak seperti yang ada dalam bayangan para homofobik yang selalu kepedean menganggap mereka akan disukai oleh lelaki gay, faktanya seperti manusia pada umumnya, orang dengan orientasi homoseksual juga butuh proses untuk dapat mencintai seseorang dan tidak sekonyong-konyong dapat menyukai semua lelaki yang ada.
Hal tersebut terlihat ketika karakter Mork hendak dijodohkan oleh Rain dengan kakaknya, Sun. Dia dengan tegas menyatakan bahwa dia tidak dapat menyukai lelaki mana saja. ‘Aku mungkin suka cowok, tapi aku ga mau sama cowok seperti kakakmu,’ tegasnya. Pernyataan yang merupakan negasi dari ‘aku bukan gay, aku hanya cinta pria sepertimu saja’ yang sering dijadikan penggambaran pada series yang lain.
Kisah lain juga datang dari Kao yang mengalami kejadian outing dimana seksualitasnya diberitahukan kepada publik oleh orang lain membuatnya merasa bersalah pada orang tuanya. Hal yang cukup mengejutkan didapatnya dari tanggapan sang ibu ketika dia berusaha meminta maaf atas kejadian tersebut. Sang ibu berkata jika ia tidak seharusnya meminta maaf karena menjadi diri sendiri. Menjadi homoseksual bukanlah kesalahan dan kita tidak perlu meminta maaf kepada orang lain.
Outing merupakan hal yang sepatutnya tidak dilakukan karena hal tersebut merupakan privasi dari orang tersebut, dan hanya orang yang bersangkutanlah yang memiliki hak untuk mengungkapkan siapa dirinya. Isu mengenai coming out memerlukan kesiapan mental oleh karena itu tidak boleh ada campur tangan orang lain. Seperti tanggapan Mork atas kejadian outing yang dialami Pete, ‘pilihanku untuk menceritakan atau tidak menceritakannya pada orang lain, aku yang harus putusin.’
Pemberitaan mengenai pernikahan homoseksual juga sering menjadi headline di media-media seolah mengalienasi LGBT dari hetero dan menjadikan mereka seolah manusia yang lain. Biasa saja, dan tak usah terlalu diglorifikasikan. Dark Blue Kiss memberikan gambaran bahwa pernikahan gay sama saja dengan pernikahan biasa dan tidak perlu didiskriminasi dalam narasi pemberitaan.
Jangan terlalu berharap mengenai cinematografi maupun skill acting sekelas Hollywood, series seperti halnya sinetron Indonesia. Pengambilan gambar dengan budget yang tidak terlalu besar sehingga dalam segi cinematografisnya kekurangan akan terlihat. Teknik pengambilan gambarnya tidak jauh berbeda dengan teknik dan kualitas gambar sinetron Indonesia.
Kemampuan akting dari beberapa pemainnya juga masih terlihat sedikit kaku dalam pengekspresian peran. Hal tersebut dapat dimaklumi mengingat beberapa pemainnya, seperti Podd, Fluke dan Aj adalah anak baru di dunia hiburan Thailand. Selain itu, banyaknya iklan yang ada dalam setiap adegan cukup mengganggu dan membuat salah fokus penonton.
Secara keseluruhan, series ini tidak hanya untuk komunitas LGBT saja karena juga menyentuh pesan-pesan mengenai persahabatan dan keluarga. Hubungan adik kakak Rain dan Sun, Pete dan ayahnya juga Kao dan ibunya mengingatkan kita bahwa keluarga harus tetap mengingatkan ketika ada yang salah. Seperti yang dilakukan Rain ketika kakaknya bersalah dan berkata ‘menjadi dewasa bukan berarti kamu bebas dari kesalahan.’
Kita juga mendapat pelajaran bahwa dalam hubungan apapun baik, pasangan ataupun keluaraga, komunikasi merupakan hal yang paling penting agar terhindar dari kesalahpahaman. Seperti yang terjadi kepada pasangan Sun Mork ketika Mork dianggap melangar janjinya untuk tidak lagi berkelahi, yang mana hanya merupakan kesalahpahaman saja.
Persahabatan yang dimiliki oleh June, Thada, Sandee, Pete dan Kao juga menyajikan bentuk pertemanan yang sehat dan saling support. Hal tersebut tersirat ketika June dan Thada menggoda Pete dan Kao yang tidak mereka ketahui sedang backstreet. Meskipun mereka memiliki asumsi bahwa keduanya tengah berpacaran, mekera tidak memaksa keduanya untuk mengaku dan menunggu mereka sendiri yang menyatakannya.
Dark Blue Kiss memberikan penggambaran yang lebih manusiawi dari komunitas LGBT. tidak seperti kebanyakan karya bergenre serupa yang menampilkan LGBT sebagai seorang yang asing, kriminil dan haus seks saja. Hal tersebut dapat membantu mengentaskan stereotipe dan membuka pandangan kita yang masih menganggap LGBT dan edukasi seks sesuatu yang ‘liyan’. Representasi yang tepat mengenai suatu isu tabu diharapkan dapat mengurangi dan membantu perjuangan yang dialami oleh mereka dan menjadikan mereka lebih dapat diterima di masyarakat.
Fresh Crew : Diyanah Nisa/Magang
Editor Fresh : Bestari Saniya