Menyimak Mereka yang Menguncang dan Mengejutkan
Sigmun, Kelompok Penerbang Roket (KPR), atau The S.I.G.I.T adalah deretan grup yang akhir-akhir ini santer di daftar putar kaum muda Bandung. Nama-nama itu pun selalu hadir di gelaran-gelaran musik kecil hingga festival.
Grup-grup musik yang mengusung musik rock tahun 70an itu membawa kembali tren budaya populer beriringan dengan musik yang mereka bawakan. Celana cutbray, rambut gondrong, dan kain-kain berbau etnik menjadi fashion item yang selalu tersemat dalam tubuh-tubuh ringkih kaum muda masa kini. Untuk lebih menjiwai tren, mereka pun mulai doyan mencari rilisan-rilisan fisik zaman dulu di toko-toko kaset, yang bona fide atau loakan. Mereka memutar kembali Led-Zepellin, Black Sabbath, atau Deep Purple.
Tren gaya hidup rock n’ roll 70an (seks, obat-obatan, dan kebebasan) yang diusung grup-grup musik asal Eropa tersebut punya pengaruh besar bagi perkembangan budaya populer di dunia. Indonesia juga tak luput dari pengaruh tersebut, muncul deretan grup musik yang mengusung progressive dan psychedelic rock seperti God Bless, AKA, Panbers, Shark Move, dan masih banyak lagi.
Namun, dalam kondisi politik kala itu, dimana Rezim Soeharto masih bercokol, kehadiran mereka menjadi entitas budaya yang underrated. Lirik yang berbau perlawanan politik, ritme musik yang menghentak dan cepat, juga gagasan tentang gaya hidup bebas yang ditawarkan, sering dianggap pemberontakan pada negara.
Maka Indonesia kala itu sering kali lebih dikenal dengan ekspor palawijanya dibanding produk-produk seninya. Padahal pada dekade 70an itu, kaum muda boleh dikatakan sedang mengalami pergolakan budaya yang cukup penting dalam sejarah bangsanya.
Sebelum Bung Karno turun jabatan, musik Barat, atau yang Ia sebut musik ngak-ngik-ngok sulit untuk diakses. Namun di Rezim Soeharto gerbang kerjasama antar negara dibuka lebar, sehingga produk-produk budaya negara lain bisa lebih mudah masuk. Maka, kaum muda Indonesia kala itu punya referensi dan wawasan baru untuk merumuskan gaya hidup.
Dokumentasi Sejarah
Dokumentasi atas karya grup-grup musik rock Indonesia pada dekade 70an itu, kini bisa kita nikmati dalam sebuah album kompilasi Those Shocking Shaking Days (Indonesian Hard, Psychedelic, Progressive Rock and Funk: 1970-1978) yang rilis pada tahun 2011 lalu.
Album yang dirilis label Amerika, Now-Again Records ini berisi 20 nomor lagu dari 19 grup musik. Album ini diprakarsai oleh seorang produser musik hip hop, Jason Moss Connoy dan salah satu legenda rock Indonesia, Benny Soebardja (Amazon.com)
Album ini, buat Saya yang mengenal musik rock 70an dari grup-grup Eropa, adalah sebuah paket kejutan. Panbers yang saya tahu hanya sebuah band pop pembawa lagu-lagu kenang-kenangan, menunjukan taringnya lewat Haai. Sebuah tembang psychedelic yang menawan.
Album ini juga menyajikan renyahnya suara Almarhum Gito Rollies dalam sebuah tembang funk berjudul Bad News. Lagu Pantun lama dari Murry adalah yang paling unik; kita bisa temukan dangdut dan psychedelic dalam satu paket.
Those Shocking Shaking Days adalah sebuah dokumentasi yang cukup baik atas ekspresi kaum muda Indonesia di dekade 70an. Dari deretan lagunya kita bisa merasakan ekspresi kaum muda dari yang kritis hingga eskapis, dari yang liar hingga yang paling romantis.
Bagi Saya, album ini seperti buku sejarah yang berhasil menggambarkan kreativitas (atau mungkin keluguan) kaum muda di dekade 70an dalam mencerna atau menafsirkan budaya populer impor. Bagaimana kaum muda menafsirkan dan mencerna wacana kebebasan, sex bebas, dan pemakaian obat-obatan dengan alam pikiran Indonesia.
Album ini layak disimak bagi mereka yang sedang menekuni musik rock 70an. Selain menambah ke”gaul”an, juga bisa jadi referensi musik rock 70an yang khas Indonesia. Rilisannya fisiknya sudah sulit ditemukan di toko-toko kaset, namun jangan kuatir, link download album ini sudah berserakan di jagat maya. Selamat menikmati.
Kontributor : Arijal Hadiyan
Redaktur : Ulfah Choirun Nissa