Ospek, Krisis Isi dalam Tradisi
Pertama kali dengar kata Ospek, hal yang muncul dibenak Fresh Reader itu adalah Komisi Disiplin atau yang sering kita sebut Komdis, benar gak tuh? Hayo ngaku saja. hihi. Sebab, mereka yang terpilih menjadi Komdis akan berhadapan langsung dengan peserta orientasi. “Komdis itu suka mencari kesalahan peserta, bahkan hal sepele pun menjadi bahan yang empuk buat dimarah-marahin,” ujar mahasiswi Ahwal As-Syakhsiyah, Erna Nurdiani (25/08/2015)
Kesan Komdis yang menyeramkan itu lah, membuat kebanyakan mahasiswa lebih sering menanyakan siapa Komdisnya dari pada siapa pematerinya. Kini, Ospek menjadi hal yang menakutkan bagi mahasiswa baru. Bahkan, tidak berhenti di situ saja nih Fresh Reader, image Ospek yang terkesan perpoloncoan menyebabkan beberapa mahasiswa baru lebih memilih mencari alasan yang tepat agar ia tidak mengikuti kegiatan Ospek, dari pada mendapatkan hukuman atau omelan yang menyakitkan.
Padahal jika kegiatan Ospek berjalan sesuai kaidahnya, akan menjadi pekan perkenalan yang sangat ditunggu-tunggu oleh mahasiswa baru, atau pun mahasiswa lama untuk saling mengenal satu sama lain, mendapatkan ilmu, serta pengalaman yan baru.
Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Nomor 38/DIKTI/Kep 2000 tentang pengaturan kegiatan penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi sudah ditetapkan. Bahwa pengenalan terhadap program studi dan program pendidikan di perguruan tinggi universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, dan akademi di lingkungan Departemen nasional hanya boleh dilakukan dalam rangka kegiatan akademik dan dilaksanakan oleh pimpinan perguruan tinggi.
Maka tak ada salahnya dong, jika para penyelenggara merubah kultur Ospek yang terkesan menyeramkan menjadi lebih menyenangkan. Menurut pandangan ahli Psikologi Witrin Gamayanti, Ospek dengan cara bullying itu warisan zaman penjajahan. Mempermalukan orang dengan cara dipermalukan, direndahkan dengan baju yang aneh-aneh, atribut yang tidak jelas, dan sengaja mencari kesalahan agar ia mendapatkan hukuman itu akan berdampak tidak baik. Mereka akan merasa malu dan memiliki dendam terhadap pihak-pihak yang bersangkutan.
“Akan lebih baik, jika penyelenggara Ospek menyiapkan konsep acara yang dapat membantu mahasiswa baru dalam menjalani dunia perkuliahanya. Seperti mengajarkan cara membuat makalah yang berkualitas, menulis jurnal internasional, mengenalkan penelitian dan mengajarkan kepekaan terhadap lingkungan sekitar,” ujar Witrin.
Tak jauh berbeda dengan Witrin, Cik Hasan Bisri juga menyarankan hal-hal yang perlu diperhatikan oleh penyelenggara Ospek adalah pengenalan terhadap realitas perkuliahan. “Sebaiknya panitia Ospek dapat mengenalkan tradisi dalam program studi yang diambil. Sehingga mahaiswa baru mendapatkan gambaran serta memahami kebiasaan sistem pembelajaran di jurusanya, jangan sampai hanya tema Ospeknya saja yang berubah tapi gagasanya tidak,” ujarnya selaku pengamat pendidikan, kamis (13/8/2015).
Maka dari itu, kita perlu mulai perubahan dai sekarang ya Fresh Reader! Tujuan utama Ospek adalah pendidikan bukan penindasan. Jika kalian menemukan kejanggalan, jangan takut untuk memperjuangkan kebenaran. Gagasan kritis yang kalian miliki akan berpengaruh untuk kemajuan Ospek ke depanya.
Reporter Fani Nabila Farsi
Kru Liput Fitri UD
Redaktur Desti Nopianti Priatna