13 Reason Why Season 2 : Kebenaran Itu Menyakitkan dan Dunia Akan Selalu Sakit

FRESH.SUAKAONLINE.COM – Untuk sebuah serial fiksi-drama, serial ini adalah kejeniusan dalam memvisualisasikan isu sosial kita sekarang. Didasari dengan jalan cerita yang kuat, mengikat, dan juga intrik–yang mungkin terlalu banyak. Membuat seseorang rela menonton dan mengabaikan dunia sehari demi mengetahui bagaimana cerita berakhir.
Resmi rilis dan (sudah) mengudara di situs film gratis 18 Mei lalu, 13 Reason Why membahas masalah kekerasan seksual, bunuh diri, bullying, penyalahgunaan obatan terlarang, kesehatan mental dan lainnya di pusahara kehidupan remaja. Segelintir isu langgeng itu selalu jadi singgungan keras.
Hingga, Netfilx sebagai naungan series ini tak hanya menyajikan tontonan. Lebih dari itu, rasanya Netflix menjadi bertanggungjawab untuk memberikan perhatian lebih dan nyata. Bahwa serial ini peduli dan berupaya membantu.
Seperti pada cuplikan pembuka, para pemain menerangkan sedikit tentang tontonan yang akan dihadapi penonton. Mereka membawa ajakan untuk bersuara dan memulai percakapan tentang isu-isu tersebut. Kalian bisa kunjungi 13reasonwhy.info. Sekadar tahu, sayangnya negara kita tidak ada di daftar jika ingin mengadu cerita.
Omong-omong, selama penggarapan tulisan ini, aku menemukan banyak review yang tidak puas yang berimbas pemberian rating rendah. Yha, sudah kubilang, melanjutkan cerita tidak akan pernah semudah memulainya. Sehingga kritikus berasumsi Season 2 ini menjadi perlu/tidak perlu ditonton dan sedikit aneh.
Namun buatku, serial ini tidak seburuk isu yang diangkatnya. Setelah menonton, simpati tergugah jika mengingat rentetan peristiwa. Artinya, emosi pemain begitu muncul. Pesan dari tiap episode tentang kecacadan manusia dan lingkungannya tersampaikan dengan gamblang.
Season 2 ini menceritakan kebenaran-kebanaran yang muncul setelah rekaman kaset. Ya, diangkatnya kasus Hannah ke ranah hukum membuat semua orang dalam kaset bersaksi. Mereka menyatakan kebenaran versinya. Orang tua Hannah dalam posisi ini menuntut keadilan atas alasan-alasan yang membuat anaknya bunuh diri.
Di sini, Olivia Baker (Kate Walsh) dan Andy Baker (Brian d’Arcy James) menuntut sekolah atas kematian anaknya. Bahwa sekolah tidak peka dan tidak perhatian terhadap siswa. Bahkan sekolah sangat bodoh dalam bertindak menangani masalah sekrusial ini.
Pemerkosaan, bullying, slut shaming, serta remah masalah lain seperti pengkhiatan, pertemanan, percintaan menjadi ramuan lengkap. Menunjukkan betapa sakit dunia dan seisinya–manusia, sistem, tirani. Momen semua kesaksian itu membuka pertanyaan kenapa dan bagaimana.
Kemelut Cerita
Dibuka dengan saksi pertama, Tyler Down (Devin Druid). Menyatakan Liberty Highschool adalah mimpi buruk dan orang-orang di dalamnya tidak pernah merasa bahagia. Banyak anak-anak bermasalah–termasuk dirinya. Sekolah masih buta atau mungkin takut untuk melihat lebih dalam ke arah sana. Dan semua itu benar.
Kita juga melihat Clay Jensen (Dylan Minnette) yang selalu denial terhadap Hannah Baker (Katherine Langford). Bagian Clay bersama kekasih, Skye Miller (Sosie Bacon) adalah adegan-adegan membosankan di awal episode. Hubungan asmara Clay hanyalah distraksi singkat yang akhirnya harus kita saksikan.
Berikutnya ada Alex Standall (Miles Heizer) yang berjuang dari pemulihan pasca percobaan bunuh diri, ingatan, dan kesehatan mental. Tak mudah melewati kesialan akibat perbuatan sendiri. Sehingga ia tak dinyatakan mampu bersaksi oleh doktor. Alex tidak membantu sama sekali. Kita hanya melihat depresi Alex sepanjang episode.
Menyoroti sosok utama, Hannah, korban pemerkosaan yang membuat hidupnya terasa mati dan berujung pada tindakan buduh diri. Peristiwa mengerikan itu pun dialami Jessica Davis (Alisha Boe) yang pada Season 2 berjuang keras memulihkan diri atas peristiwa mengerikan musim semi lalu, juga membuka asa menuntut keadilan.
Lebih miris lagi di Liberty High School bukan Hannah dan Jessica saja yang jadi korban. Dipantik dengan munculnya palaroid yang diterima Clay, menuntunnya untuk membongkar korban lain. Tak sulit ditebak, adalah para pemain baseball yang jadi kelompok bedebah.
Polaroid dalam season ini adalah keontji, untuk membongkar kedok lain yang lebih busuk di Liberty Highschool. Hingga ditemukanlah Clubhouse sebagai tempat para bedebah itu berkumpul. Tak disangka, pemberi petunjuk ini adalah rekan selingkar Bryce di tim baseball. Yang ingin menepis stigma pemain baseball adalah pemerkosa. Walau nyatanya mereka semua tipikal brengsek.
Ada yang membuka kebenaran, ada yang mengoyak-ngoyaknya. Seseorang yang mengacam para saksi jika mereka membuka kebenaran. Jessica lebih dulu diserang lebih awal. Tak hanya di rumah, ia juga mendapatkannya di sekolah.
Intimidasi secara vandalisme oleh seseorang yang tidak dikenal semakin menjatuhkan mentalnya. Sehingga ia sendiri tak membantu banyak saat di persidangan karena di samping itu ia masih berurusan dengan trauma mendalam.
Tak hanya Jessica, semua orang yang bersaksi menerima ancaman itu. Kecuriaan dan spekulasi muncul pada Bryce selaku musuh bersama sebagai dalangnya. Namun, justru sobat sok karibnyalah yang melakukan semua itu. Ya, Monty (Timothy Granaderos) berinisiatif sendiri alih-alih agar nampak jadi teman yang berguna.
Ada juga yang memelintir kebenaran. Seperti yang dilakukan ketua OSIS, Marcus Cole (Steven Silver). Tuntutan reputasi membuat ia melempar alasan politis yang justru memperciut posisi Hannah di pengadilan. Dan jelas, Bryce adalah sosok paling pialang dalam hal ini. Piciknya sangat total. Disokong kuasa ayahnya yang membayangi kepala sekolah tua yang kurang ajar.
Tak Ada Protagonis Sempurna
Kita sebut para protagonis ini yang menyampaikan peristiwa sebenarnya, ingin membawa keadilan untuk Hannah, dan menangkap Bryce. Namun dalam prosesnya, tak semua kebenaran membuat keadaan membaik. Kebenaran adalah sesuatu yang menyakitkan. Dunia akan selalu sakit bagaimanapun situasinya. Dan mereka sendiri punya rekam jejak tak mulus.
Seperti pengakuan Clay saat persidangan, ada satu malam dimana ia bersama Hannah, Sheri, Alex, Jeff meminum pil ekstasi bersama sebagai sebuah ‘pesta’ kecil. Lebih parah lagi, saat ia menyebarkan semua rekaman ke internet. Dengan niat menuntut keadilan. Justru malah memperunyam dan membuat semua orang panik.
Namun ada sisi lain, Zach Dempsey (Ross Butler) yang jadi pecundang sepanjang serial ini berlangsung, akhirnya berkata jujur dengan segala risikonya. Ia melepaskan diri dari Bryce’s Circle yang selama ini menciutkannya. Dan berteman dengan Alex, Jessica, Courtney Crimsen (Michele Selene Ang) dan lainnya. Bersama barisan pembela Hannah. Akhirnya bertindak sebagai lelaki sejati. Mampu memilih pihak yang benar.
Jangan lupa kemunculan Justin Foley (Brandon Flynn). Lebih tepatnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan; homeless, ketegantungan obat, dan berantakan. Ia menjadi saksi kunci untuk kasus Jessica. Meski ia sendiri ‘sakit’. Tapi kita apresiasi perannya sebagai garda yang ingin menjatuhkan Bryce.
Memantau sisi lain, kita tengok kondisi orang tua Hannah. Ya, mereka tak bisa begitu saja lolos dari alasan yang semakin membutukan hidup Hannah. Skandal perselingkuhan singkat oleh Andy justru merobohkan suaka Hannah yang terakhir; rumah–keluarga–orangtua.
Sementara Tony yang dipercaya sebagai pemegang 13 rekaman alasan Hannah bunuh diri pun bukanlah sosok sempurna. Juga bukan dipercaya. Hannah menitipkan rekaman itu hanya karena Tony berhutang satu balasan. Ialah sebuah pertolongan saat ia sembunyi dari kejaran polisi karena telah menghajar parah seseorang yang mengatai ia gay.
Dimana sebenarnya, ia punya gangguan psikis dalam mengontrol amarah. Jika ia lepas kendali, orang di sekitarnya akan jadi korban. Dan ia sedang berjuang dalam masa pemulihan.
Adapun Ryan Shaver (Tommy Dorfman) yang justru defensif saat di persidangan. Niat mengungkap kebenaran malah tak menghadirkan celah positif. Apresiasi lain kita berikan pada konselor sekolah, Mr. Kevin (Derek Luke). Tekad hati membawa kebenaran begitu kuat walau akan pasti akan mengancam posisinya di sekolah.
Meloncat sedikit pada episode terakhir. Kiranya episode ke-13 adalah alasan masuk akal untuk membuat kita menantikan season 3. Karena ada satu peristiwa yang sangat tidak bisa dianggap selesai. Ranahnya masih sama, menyoal bullying. Tapi aku tak kuasa menjelaskannya di sini, lebih tepatnya tidak sanggup.
Atau bagian lain yang perlu jawaban adalah ketika Nina Jones lah yang mencuri box palaroid dan membakar barang bukti kunci itu. Kita berhak tahu alasan mengapa dan ada keterlibatan apa Nina di masa lalu. Juga usaha apalagi yang akan dilakukan Clay dan barisan pembela Hannah untuk bisa memecahkan telur kasus kebusukan siswa Liberty High.
Petik Refleksi
Tokoh remaja dalam serial ini melihat dunia dari segala sisi buruk. Sejak mereka mengalami semua-yang-tidak-sesuai-ekspekasi mereka begitu mudahnya menyimpulkan dan bertindak tanpa berpikir dampak kedepan. Aku rasa, kita tidak bisa selamanya menyalahkan karakter seperti itu–yang memang sedang pada masanya.
Segelintir masalah para remaja itu adalah sebuah pijakan jati diri mereka yang akan datang. Jika pada masa ini mereka banyak berbuat salah, cara terbaik adalah membuat mereka bisa menerima dan mengakui kesalahan itu. Sehingga mereka bisa menemukan jalan dan memperbaikinya untuk menjadi manusia yang lebih baik di masa depan.
Biarkan kebodohan sewaktu muda menjadi lembar pelajaran. Bukan sesuatu untuk dipelihara dan membentuk kita. Dan disinilah peran para orang dewasa andil dan sangat penting. Bukan sekadar tugas, melainkan tanggung jawa moral untuk mengeluarkan mereka dari nilai buruk.
Oh, ya. Pelajaran terpenting dari serial ini adalah jangan takut untuk memulai percakapan tentang masalahmu. Kalau dalam serial kan isu serius berorientasi hukum yang dibahas. Nah, kita bisa mengambil refleksinya ke dalam masalah kehidupan sehari-hari. Apapun itu, bicarakan baik-baik dengan orang yang bersangkutan.
Bukankah betul kita akan merasa lebih baik setelah membicarakan masalah? Walau itu menyakitkan karena dunia akan selalu sakit bagaimanapun situasinya.
Fresh Crew : Fitriani UD / Kontributor
Editor Fresh : Rizky Syahaqy
*artikel ini pertamakali diterbitkan di blog pribadi penulis, http://fitrianiudehnulis.wordpress.com/