Hilangnya Pernak-Pernik Ramadhan
Oleh Fauziah Kurniasari*
FRESH.SUAKAONLINE.COM –Tak terasa sudah sebulan lebih kita menerapkan karantina mandiri. Hingga hari demi hari, berhasil mengantarkan kita pada bulan suci. Ya, bulan Ramadhan.
Sejujurnya saya sangat senang bisa bertemu kembali dengan bulan suci Ramadhan. Namun, di sisi lain juga sedih sebab Ramadhan kali ini banyak berbeda karena datang di tengah pandemi covid-19. Hal ini tidak lah mudah mengingat adanya kebijakan dari pemerintah untuk physical distancing membuat kegiatan yang rutin di laksanankan saat Ramadhan ditiadakan.
Adanya pandemi covid-19 di bulan suci Ramadhan ini tentu menjadi ujian bagi kita terlebih hal itu merebut tradisi dan pernak-pernik kegiatan yang biasa mengisi indahnya bulan Ramadhan. Sebagai contoh kegiatan gembrong liwet yang ada di Sumedang. Dilansir dari kompas.com gembrong liwet adalah tradisi menyantap nasi liwet bersama-sama dalam rangka menyambut Ramadhan dan ini terpaksa ditiadakan.
Tak jauh beda dengan tradisi, sholat tarawih berjamaah pun ikut di iadakan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengelurkan fatwa yang berisi larangan shalat tarawih berjamaah di masjid dan alangkah lebih baik shalat dirumah masing-masing. Hal ini sebagai upaya untuk mencegah penyebaran virus corona. Namun fatwa ini masih ditentang dibeberapa wilayah, salah satunya Aceh.
Saat pertama kali mengetahui kebijakan tersebut saya langsung berpikir ‘ah Ramadhan kali ini pasti sepi’. namun saya mencoba mencari hikmah dibalik itu. Hikmahnya intesitas kita bersama keluarga bisa lebih dekat dengan cara sholat tarawih berjamaah.
Walau tujuan kebijakan ini untuk kebaikan, namun masih ada saja orang yang berpikiran bahwa ini tidak perlu dilakukan karena lebih memperoritaskan keutamaan sholat tarawih di masjid yang pahalanya lebih besar. Tentu ibadah merupakan hak dari setiap orang. Namun jangan sampai dari keegoisan kita malah mengancam orang-orang di sekeliling kita.
Meninggalkan tarawih, ada bukber. Momen sederhana namun manis yang membuat saya rindu, dan lagi-lagi dilarang. Sebetulnya tak ada larangan secara langsung, tapi mengingat pemerintah menganjurkan untuk tetap di rumah dan menjaga jarak dengan orang lain, bukber ini menjadi hal yang dilarang.
Saya jadi teringat akan kenangan bukber tahun lalu ketika memburu takjil depan kampus bersama teman hingga harus bedesakan menjadi agenda wajib sebelum adzan magrib. Atau nongkrong di Café ala anak gaul, yaa walaupun cuma pesen satu menu yang penting motivasi nya terlihat keren. Yang paling manis yaitu ngabuburit bareng doi saat bingung memilih takjil padahal dibalik itu hanya alibi ingin berlama-lama dengan doi, Ah jadi kangen!
Selain Bukber, arak-arakan sahur oleh gerobolan anak-anak di sepertiga malam dengan peralatan seadanya seperti gendang, botol, dan peralatan lainnya juga membuat saya rindu. Namun berbeda dengan sahur tahun lalu, kali ini lagi-lagi covid-19 telah mencuri suara bising itu yang tergantikan oleh sunyinya malam.
Yang terakhir dan yang paling ditunggu ketika akhir Ramadhan telah usai yaitu shalat Idul Fitri dan silatirahmi. Ini adalah garis finish dari perjuangan kita menahan lapar dan haus selama satu bulan. Dimana semua orang saling bersilaturahmi untuk saling memaafkan. Namun apakah rasa Idul Fitri tahun ini akan tetap sama bila kita hanya mengurung diri dirumah?
Tapi tak perlu terlalu bersedih, karena menurut saya banyak cara agar rasa Ramadhan tak terlalu hambar. Jika shalat tarawih di masjid tidak diperbolehkan maka kita bisa berjamaah dirumah bersama keluarga. Kita bisa video call teman-teman untuk mengobati rindunya buka bersama dan bisa menelpon saudara jauh untuk bersilaturahmi.
Selalu ada hikmah dibalik suatu peristiwa. Mungkin memang sedih bagi kita semua, namun dibalik hilangnya pernak-pernik Ramadhan ini juga tersimpan sisi positifnya. Dengan membatasi kegiatan di luar saat Ramadhan kita bisa lebih dekat kepada-Nya dengan cara mengoptimalkan ibadah kita kepada-Nya. Tak akan lagi meninggalkan sholat magrib karena asik ngobrol selepas bukber kan?
walaupun banyak pernak-pernik Ramadhan yang telah hilang akibat pandemic korona ini, kita tak boleh sedih dan egois. Demi keselamatan bersama dan agar di tahun berikutnya kita bisa melaksanakan Ramadhan seperti biasanya.
*penulis merupakan mahasiswa jurusan Sosiologi semester empat dan Anggota Magang LPM Suaka 2020