Ketika Menyakiti Diri Sendiri Menjadi Pilihan Atasi Masalah Hidup
FRESH.SUAKAONLINE.COM – Selamat pagi, siang, sore, dan malam, Fresh Reader! Bagaimana kondisimu saat ini? semoga selalu sehat dan diberikan kerberkahan. Bahasan kali ini harus benar-benar kita perhatikan. Mari kita sama-sama menilik sesuatu yang cukup mengerikan. Tepat sekali! Kita akan bahas mengenai self harm.
Self harm adalah ketika seseorang menyakiti diri sendiri sebagai cara untuk mengatasi, mengungkapkan, atau bertahan dari keadaan yang sangat sulit. Menyakiti diri dapat dilakukan secara fisik, seperti menyayat, mencakar, memukul, menggigit, membenturkan kepala ke dinding, menarik rambut, menelan sesuatu yang berbahaya, atau overdosis zat tertentu hingga bunuh diri.
“Self harm dalam psikologi adalah seseorang yang mengalami problem selfing dan bereaksi dengan menyakiti diri sendiri secara fisik karena dia tidak punya cara lain untuk menyelesaikan masalahnya itu,” menurut Dosen Psikologi UIN SGD Bandung, Rika Rahmawati, Jumat (28/6/2019).
Menyakiti diri juga dapat dilakukan secara halus, seperti tidak memerhatikan kondisi fisik, tidak memedulikan kebutuhan emosional, atau menempatkan diri pada situasi yang berbahaya.
Ada berbagai macam hal yang melatarbelakangi terjadinya self harm. Penyebab tersebut pun adalah persoalan personal bagi setiap orang. Pola asuh orang tua, ada yang sejak kecil tidak dibolehkan untuk merasakan emosi negatif atau bergantung pada orang tua. Ketika merasakan emosi negatif itu, ia malah akan diejek, dimarahi, atau tidak mendapatkan teman.
Rika menjelaskan ajaran seperti itu di waktu kecil membuat seseorang menjadi tidak terbiasa untuk mengeluarkan emosi, terutama emosi negatif ketika hal buruk terjadi. Akhirnya, ia memilih untuk menyakiti diri secara fisik demi merasakan emosi negatif.
Hal ini dikarenakan ia tidak terbiasa merasakan secara emosional dan tidak memahami pula apa yang sedang dirasakannya. Dengan begitu, ia membiarkan fisik yang merasakan di mana rasa sakit dari fisik itu pun terasa nyata bagi dirinya.
Penyebab selanjutnya adalah lemahnya kekuatan pada mental yang menyebabkan respon berlebihan pada satu peristiwa yang sedang dirasakan dan membiarkannya berlalu begitu saja. Akhirnya, ketika tiba di suatu kondisi yang sangat sulit dan berat untuk dilewati, self harm menjadi salah satu cara untuk mengekspresikan emosi yang sedang dirasakan.
Kondisi tersebut pernah dialami oleh Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora yang tidak ingin disebutkan namanya. Ia mengatakan sering melakukan self harm hanya untuk meluapkan rasa kekesalan yang sudah tidak terkendali lagi.
“Cara untuk menenangkan diri dengan memukul-mukulkan tangan ke tembok sampe memar dan merah, pernah melukai diri dengan menyayatkan kater pada bagian tertentu dan juga beberapa kali mencoba bunuh diri tapi gagal dilakuin. Saya puas setelah melakukan self harm,” ceritanya kepada Fresh Crew di Selasar Masjid Ikomah seraya melepas-pasang kacamatanya.
Sejak SMA ia mulai merasakan terbentuknya pribadi baru karena selalu diejek teman sekelas dengan sebab yang tidak jelas. Hingga kehilangan semangat dalam belajar dan merasa kehilangan harapan. Akhirnya sejak dua tahun lalu ia sering meluapkan rasa kekesalan dengan self harm.
Semua bentuk self harm dilakukan tanpa sepengetahuan orang tua, ia merasa hanya akan membebani jika orang tua ikut campur dalam masalahnya. Begitu pun dengan teman, selama ia mengalami tingkat stres yang berlebihan dan mencoba mencari teman untuk bercerita, tidak semua mesrespon dengan positif.
Bahkan mahasiswa asal Riung Bandung tersebut sering mendapat respon negatif dan terkesan disalahkan ketika cerita kepada kawan di kampus. Apalagi di kampus yang notabene Islam, banyak teman-temannya yang bilang hal itu tidak sesuai dengan syariat Islam.
“Saya hanya butuh didengar saja, gak butuh penilaian orang-orang. Dan menurut saya gak ada sangkut-pautnya dengan agama, kok. Mau ibadah sekuat apapun juga keinginan self harm itu tetap ada,” sambungnya dengan mata yang mulai memerah.
Bentuk pengobatan medis sudah dicoba, ia mendatangi psikiater dan diberi obat penenang. Namun yang dirasakan hanya lelah yang berlebihan dan menjadi malas melakukan semua aktifitas. Obat penenang yang diperoleh membuat ia mudah tertidur saja, tidak mengurangi rasa stres yang berasal dari mental yang lemah.
Mahasiswa jurursan Perpajakan Sekolah Tinggi Akuntasi Negara (STAN), Remadyan Nuari, mengaku pernah mempunyai teman yang melakukan self harm. Bentuk perilakunya adalah memukul-mukul tangan ke tembok karena merasa kesulitan mempelajari mata kuliah yang kurang ia sukai.
“Dia pernah mukulin tembok sampe berdarah tangannya. Menurut aku self harm tetap gak bagus, dan aku berharap jangan sampai ada lagi yang melakukan self harm karena masih banyak orang yang bisa diajak cerita dengan baik,” kata Nuari via surel.
Respon yang ia lakukan saat melihat langsung kondisi tersebut adalah hanya terdiam seolah tidak terjadi hal yang aneh. Namun di lain kesempatan, tanpa maksud menggurui, ketika suasana sudah tenang ia mencoba untuk mengingatkan bahwa self harm itu salah karena hanya melukai diri sendiri saja.
“Paling aku cuma bilang, ‘ya udah istirahat dulu, jangan dipaksa, bahas yang lain ajah’. Karena kan bingung juga,” sambungnya.
Rika menambahkan, self harm itu bisa disembuhkan namun prosesnya sangat panjang. Tahapan pengobatannya adalah mendatangi terlebih dahulu psikolog untuk berkonsultasi hal-hal apa saja yang melatarbelakangi seseorang melakukan self harm, setelah itu diatur strategi dengan melibatkan orang tua dan teman pengidap self harm agar tidak bergantung pada psikolog.
Strategi tersebut bisa dilakukan dengan mengubah gaya hidupnya dulu menjadi lebih sehat dengan memperbanyak olahraga untuk merangsang hormon bahagia. Jika tidak ditemukan solusi dan strategi tidak berjalan baik, maka langkah terakhir adalah mencoba mendatangi psikiater untuk mengobati kejiwaan pengidap self harm melalui obat dengan dosis tertentu.
Bagaimana, Fresh Reader, setelah membaca dan memahami mengenai self harm? Jadi, jangan menganggap self harm hanya aksi untuk mencari perhatian, tidak tahu rasa bersyukur terhadap hidup, dan pandangan miring lainnya. Padahal, bisa saja di antara kita, atau bahkan diri kita sendiri pernah melakukan itu, lalu merasa bingung untuk terbebas dari self harm. Tetap semangat, teman!
Fresh Crew : Lia Kamilah
Editor Fresh : Rizky Syahaqy