Menjelajah Kisah di Balik ’98 dari Berbagai Sudut Pandang
Judul : Sepotong Kisah di Balik 98: Cerita Pilihan Okky Madasari
Penulis : Goebahan R., Katarina Retno, Agung Satriawan, dan Ana Latifa
Penerbit : PT Falcon Interactive
Tahun Terbit : 2024
Halaman : 381 halaman
ISBN : 978-602-6714-90-9
FRESH.SUAKAONLINE.COM – Apa yang pertama muncul di pikiran kalian ketika mendengar kata 1998? Paling sederhananya, kita teringat peristiwa-peristiwa penuh kekacauan di Indonesia yang terjadi pada bulan Mei 1998. Melalui cerita-cerita pilihan Sastrawan dan Sosiolog Okky Madasari, buku yang berjudul Sepotong Kisah di Balik 98 ini mengajak pembacanya untuk berkelana ke berbagai peristiwa di tahun tersebut dari latar belakang dan sudut pandang yang berbeda-beda.
Dengan menyajikan total 4 bab di dalamnya, pada bagian pertama, cerita berjudul “Rumah yang Sama, Pulang yang Beda” sukses mengaduk-aduk emosi pembacanya melalui konflik kenegaraan yang dikaitkan dengan drama dan pilu internal keluarga penyadap karet. Mengisahkan kehidupan Ani dan keluarganya yang tinggal di perkebunan karet Julok Rayeuk, Aceh, ketenangan hidup mereka perlahan direnggut oleh peristiwa penculikan sejumlah penyadap karet dan anak-anak di tahun 1998 hingga konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di tahun 2003.
Beranjak dari kisah keluarga, cerita selanjutnya berlatar dari sudut pandang mahasiswa aktivis yang bernama Satria dalam judul “Ruwat” karya Katarina Retno. Pada bagian ini, menyeritakan bagaimana Satria ketika SMA kehilangan teman angkotnya, seorang buruh Bernama Rubiati yang meninggal akibat terlibat dalam aksi demo buruh. Satria tak lelah mencari kebenaran kematian kawannya tersebut dengan aktif menyuarakan suara rakyat dalam demo mahasiswa.
“Aku terlalu fokus memandang tragedi yang dialami Mbak Rubiati. Aku abai bahwa kekasihku sangat mungkin mengalami akhir hidup yang sama meski dengan alasan yang berbeda.” – Halaman 170.
Selanjutnya, kita menuju cerita “Ronda Tembok Cina” karya Agung Satriawan mengenai kisah tokoh keturunan Tionghoa yang jarang diangkat ke publik. Cerita ini mengisahkan trio anak SMP, yakni Juned, Poni, dan Miswan yang harus meronda dengan tujuan utama untuk melindungi rumah, orang keturunan Tionghoa, Koh Herman, dari sasaran pribumi yang sedang menjarah. Cerita yang menegangkan dengan sedikit bumbu lelucon dari kepribadian ketiga orang tersebut berhasil membuat bab ini terasa sangat berkesan.
“Dierja, 1998 (Gula Gula Gila)” karya Ana Latifa menjadi penutup buku yang tak kalah memilukan hati. Cerita ini dibawakan dari sudut pandang Dierja, bocah kelas 4 SD yang tinggal bersama nenek dan ibunya yang sudah tidak waras sejak kematian ayahnya yang merupakan seorang wartawan. Dierja yang polos dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi berusaha memahami kecamuk konflik 1998 di sekitarnya sembari tidak putus asa mencari ibunya yang mendadak hilang akibat ketidakwarasannya.
Meskipun berisi kumpulan cerita, setiap bagiannya memiliki subbab yang memudahkan kita untuk menentukan jeda saat membaca buku ini. Sudut pandang orang pertama yang digunakan di mayoritas kisahnya membuat pembaca terasa hanyut dalam alur ceritanya. Perbedaan latar belakang setiap bacaan tidak hanya menambah keseruan dan memberi sensasi yang berbeda-beda ketika membacanya, juga menambah rasa ingin tahu Fresh Reader akan rangkaian peristiwa kelam pada tahun 1998 dari berbagai sudut pandang, lho!
Di sisi lain, sangat disayangkan popularitas buku semenarik ini belum setenar buku-buku berlatar peristiwa 1998 lainnya. Mungkin juga karena buku ini masih terbilang baru, dengan cetakan pertamanya baru rilis Januari 2024 lalu. Alangkah baiknya jika promosi koleksi buku Sepotong Kisah di Balik 98 dapat lebih ditingkatkan agar semakin banyak pembaca yang mempelajari rangkaian tragedi di tahun 1998 dengan cara yang lebih menggugah hati tanpa menghilangkan esensi tragedi 1998 itu sendiri. Selamat membaca!
Fresh Crew: Hanifah Flora Reine/Magang
Editor Fresh: Nadia Ayu Iskandar/Suaka