PETA dan Segala Kontroversi yang Melingkarinya
oleh Diyanah Nisa*
FRESH.SUAKAONLINE.CO. – Apa Fresh Reader memiliki hewan peliharaan? Mungkin kucing, anjing, burung atau yang lainnya dan mencintai hewan tersebut? Kalau iya maka seharusnya kalian mengetahui tentang PETA. Bukan gambar yang berisikan info suatu lokasi tententu, melainkan People for the Ethical Treatment of Animals, suatu organisasi nirlaba yang berfokus pada hak asasi hewan dan perlakuan manusia terhadapnya. Singkatnya, mereka adalah pecinta hewan, garis keras.
Nah dalam aksinya ini PETA sangat vocal memprotes spesiesisme, terlihat dari media daring yang digunakan, seperti Facebook, Instagram, Twitter, website, dan lain sebagainya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran dan juga mengajak masyarakat seluruh dunia untuk menjadi seorang vegan.
Kontroversi PETA
PETA sering menuai cibiran dan menjadi bincangan publik. Kontoversi yang dilakukukan dari organisasi ‘keetisan’ hewan ini yaitu dengan sering kali turun aksi tanpa mengindahkan etika saat memprotes. Menurut Bruce Weinstein, dalam artikelnya yang berjudul A Code of Ethics for Protesting, aksi protes hendaknya mematuhi hukum, tetap mengedepankan toleransi, saling menghormati, dan menerima keadilan.
Sebagian aksi yang dilakukan oleh organisasi ini seringkali mengganggu jalannya suatu acara dengan tiba-tiba, dengan melakukan protes diatas panggung. Salah satunya adalah aksi mereka yang mengacaukan New York Fashion Week pada tahun 2015 dengan menggunakan kostum pendeta. Aksi mereka didasari oleh pemakaian kulit ataupun bagian tubuh hewan lainnya di acara tersebut.
Selain sering mengganggu suatu acara, PETA juga tak jarang mengganggu psikologi dari orang-orang yang melihat kampanye atau aksi mereka. Kampanye yang digangu seperti saat sekelompok orang tengah berkampanye dengan mengganti susu sapi dengan susu berbasis tumbuhan ketika mereka menawarkan susu jenis baru ke pejalan kaki New York. Kemudian PETA mengatakan bahwa susu itu sebenarnya adalah susu anjing. Sontak itu membuat orang yang sedang meminum susu tersebut merasakan jijik dan tak sedikit yang kemudian memuntahkannya.
Poin mereka dalam menganggu kampanye tersebut ialah melarang manusia untuk meminum susu hewan. Karena semua susu yang berasal dari hewan adalah hak bayi hewan tersebut dan tidak boleh dikonsumsi oleh manusia. Mengapa manusia mencintai satu hewan dan mengkonsumsi produk hewan yang lain?
Kontroversi PETA yang memiliki slogan Animals are not ours to experiment on, eat, wear, use for entertainment, or abuse in any other way ini juga berkaitan dengan mereka yang sering menghujat orang-orang vegetarian ataupun peskatarian yang memiliki andil dalam mengurangi produk hewani. Mereka yang hanya menganggap orang-orang yang 100% vegan, banyak membuat kiriman-kiriman Instagram yang menunjukkan ketidaksukaan mereka pada kedua kelompok tersebut.
Salah satunya adalah artikelnya yang berjudul But I Only Eat Fish, yang tentunya ditujukan kepada peskatarian. Mereka menegaskan bahwa penikmat ikan adalah orang-orang jahat yang tetap memakan ikan. Suatu aksi yang sangat intoleran, bahkan kepada orang-orang yang sedang berproses menjadi lebih baik.
Kampanye lainnya yang juga melanggar etika berprotes adalah ketika mereka memposisikan hewan dan manusia secara terbalik. Salah satu contohnya adalah ketika relawan wanita PETA yang melakukan aksi dengan tanpa menggunakan busana yang berdiam di satu kandang besi sempit. Suatu aksi yang menunjukkan bahwa wanita-wanita non-human animal juga merasakan penindasan dan membutuhkan perjuangan dari kelompok feminis. Aksi mereka yang sangat eye-opening ini mengundang ketidaknyamanan publik. Bukan tergerak untuk berempati, aksi ini justru mengundang cibiran dari berbagai pihak.
Tak hanya dalam kampanye, permasalahan lain pun muncul dari kanal-kanal daring mereka yang kerap menyensor unggahan-unggahan mereka. Aksi salah satu relawan yang menggunakan kostum gajah dengan membawa tulisan FACEBOOK: STOP CENSORING PETA. Relawan tersebut memasuki hotel dimana konferensi Allen & Company diadakan yang menghadirkan petinggi Facebook dan Instagram.
Saat itu, mereka tidak mengindahkan panduan komunitas yang ada di kedua aplikasi tersebut. Apabila panduan komunitas itu benar dihapuskan, akan dapat memicu berbagai efek psikologi ketika penggunanya melihat darah-darah atau segala hal yang membuat ngeri. Jika panduan komunitas hilang, bayangkan berapa banyak psikopat dan orang gila lainnya yang akhirnya berani menunjukkan kekerasan yang mereka lakukan?
Kontradiksi kemudian muncul ketika penulis melihat unggahan Instagram PETA pada 14 Mei 2019 yang menunjukkan aktor dan penyanyi Doris Day yang menggunakan baju bertuliskan BE KIND TO ANIMALS OR I’LL KILL YOU. Sebuah tulisan yang mungkin saja tidak akan pernah dilakukan oleh Day sendiri, akan tetapi sangat memicu kekerasan pada ‘hewan’ lain yang berwujud manusia. Ketika mereka memperjuangkan hak hewan dan menganggap bahwa binatang dan manusia adalah sama-sama ‘hewan’ tapi mereka hanya mendukung binatang saja dan tidak dengan hewan-manusia yang non-vegan. Sungguh ironi.
Terlepas dari tujuannya yang sangat futuristik dan enviromentalis, saya rasa penyampaian aksi-aksi hendaknya tetap mengikuti peraturan yang ada. Demonstrasi-demonstrasi dapat disampaikan dengan melakukan seminar dengan nada-nada yang tepat agar dapat lebih membangun empati, daripada membangkitkan kebencian dari orang non-vegan melalui aksi mereka yang keterlaluan, sehingga pesan-pesan yang disebarkan lebih mudah dicerna.
Sikap PETA terhadap orang-orang peskatarian, vegetarian, juga hendaknya dapat dikoreksi. Alih-alih membuat unggahan-unggahan yang secara implisit menyindir para pelaku gaya hidup tersebut, hendaknya dilakukan perangkulan terhadap orang-orang yang berproses itu. Dengan merangkul, kita sama-sama bertukar pendapat untuk menuju tujuan yang diinginkan oleh yang bersangkutan. Jika konsiderasi dan toleransi telah dilakukan PETA, media-media daring juga tidak akan ‘seolah-olah’ menghalangi perjuangan mereka, karena telah sesuai dengan pedoman komunitas yang ada.
Suatu tujuan tidak akan tercapai apabila masyarakat belum sampai pada satu pemahaman terhadap hal yang dituju. Kesamaan dalam berfikir dibangun dari adanya kebersamaan yang pastinya bukan melalui saling menyindir. Jika PETA mengharapkan terbangunnya keharmonisan dengan hewan, maka terlebih dahulu lakukan harmonisasi dengan sesama manusia.
*penulis merupakan mahasiswa jurusan Sastra Inggris semester enam dan Anggota Magang LPM Suaka 2020