Fokus 3 : Napas Musik Islami di Kampus Hijau
FRESH.SUAKAONLINE.COM, Freshgrafis – Saat ini musik religi tengah menghadapi tantangan modernitas yang cukup berat. Modernitas sebagai fakta yang tidak bisa terbantahkan memberikan ruang kebebasan terhadap perkembngan genre musik. seperti di pertengahan abad ke-20 berkembangnya aliran-aliran musik pop, jazz, rock, dsb.
Seiring dengan perkembangan zaman, musik religi tetap dipertahankan oleh para penikmatnya, bahkan musik religi banyak berkolaborasi dengan nuansa musik kontemporer, seperti pop religi, dangdut religi, dsb. Hal tersebut terjadi karena salah satu dari esensi musik religi adalah jalan menuju spritualitas sebagai seorang hamba.
Semua agama memiliki cara sendiri dalam mengekspresikan spritualitasnnya melaui musik, seperti suara lonceng pada ibadat umat Hindu, musik dan nyayian rohani pada kebaktian agama Nasrani, serta shalawat sebagai bentuk salam dan penghormatan seorang muslim kepada Rasulullah SAW pada agama Islam.
Seiring berkembangnya zaman, musik islami semakin berkurang peminatnya dikarenakan kurang bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman, sehingga tertinggal dari musik kontemporer, khususnya musik barat. Hal tersebut berdasarkan pemaparan salah satu penyanyi musik religi , Maydicka.
Berangkat dari pernyataan tersebut Tim Litbang Suaka melakukan jejak pendapat terhadap mahasiwa aktif UIN SGD Bandung, dengan responden 150 orang mengenai pemahaman dan ketertarikan terhadap musik islami.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan sejak 29 April hingga 5 Mei 2019, 28,7 persen menyukai dan sering mendengarkan musik islami, sisannya 47,3 persen pada musik pop. Ya, minimnya musik islami diminati oleh mahasiswa, menimbulkan pertanyaan mengapa musik islami jarang dihadirkan pada event-event kemahasiswaan di Kampus Hijau ini.
Menurut Ketua Unit Pengembangan Tilawatil Qur’an (UPTQ), Zezen Futuhal Arifin, musik islami dipahami sebagai musik yang bernafaskan Islam atau mengandung pesan-pesan Islam yang dijadikan sebagai sarana dakwah. Jawaban responden terkait pemahaman musik islami sejalan dengan pernyataan Jejen yakin 96 persen, sedangkan 1 persen saja yang memahami bahwa musik islami adalah musik yang berbahasa Arab.
Dari segi pengetahuan tentang musik islami, sebanyak 98 persen mahasiswa UIN SGD Bandung mengetahui musik islami. Sungguh angka yang tinggi, namun hal itu tidak menjadi suatu kesimpulan bahwa musik islami sering didengarkan. Pernyataan tersebut dipekuat oleh 34,7 persen mahasiswa yang sering mendengarkan musik islami, persentase tersebut lebih kecil dari mahasiwa yang kadang-kadang dalam mendengarkan musik islami yaitu 62,7 persen.
Meskipun demikian, 80 persen responden setuju jika musik islami harus dihadirkan sebagai hiburan dalam acara kemahasiswaan. Mereka mengatakan label Islam pada nama UIN SGD Bandung menjadi alasan yang sangat mempengaruhi pendapatnya itu. Selain itu, musik islami mengandung pesan-pesan moral yang akan membentuk karakter pendengarnya..
Adapun responden yang kurang setuju menyatakan bahwa jenis musik yang dipilih harus bersesuaian dengan tema dan konteks acara yang digelar serta dari segi penontonnya. Jika acara bersifat umum dan penontonnya berasal dari beragam kalangan. Pun dengan acara yang berhubungan dengan keislaman, maka musik yang disuguhkan harus disesuaikan agar mudah diterima dan dinikmati.
Sumber : Hasil riset yang dilakukan kepada mahsiswa aktif UIN SGD Bandung dengan jumlah 150 koresponden.
Fresh Crew : Sani Muhammad Ramdani
Editor Fresh : Rizky Syahaqy