Kampung Blekok, Pelestarian dengan Cara Berdampingan
![Burung-burung bertengger di pepohonan, di kampung Blekok, burung ini berdampingan dengan warga sekitar. (Isma Dwi Ardiyanti/SUAKA)](https://fresh.suakaonline.com/wp-content/uploads/2017/02/fresh.jpg)
Burung-burung bertengger di pepohonan, di Kampung Blekok, burung ini berdampingan dengan warga sekitar. (Isma Dwi Ardiyanti/SUAKA)
FRESH.SUAKAONLINE.COM – “Dasar si blekok!”. Mungkin Fresh Reader, terutama yang memang tinggal di tataran sunda, sering mendengar istilah tersebut. “Blekok” istilah yang sering digunakan sebagai bahan guyonan yang sebagian orang menganggap itu cukup nyeleneh. Tapi ternyata blekok bukan hanya guyonan saja. Melainkan merupakan nama dari salah satu kampung kreatif yang ada di kota Bandung. Kali ini Fresh Crew bakal ngulas Kampung Rancabayawak yang pada tahun 2014-2015 mulai booming dan juga diresmikan pemerintah setempat menjadi Kampung Kreatif Blekok Rancabayawak. Ikut yuk ulasan lebih lanjutnya.
Kampung Kreatif Blekok Rancabayawak, yang berada tepat di Kelurahan Cisaranteun Kidul kecamatan Gede Bage Kota Bandung ini merupakan kampung yang asal namanya diambil dari salah satu nama burung yang bersarang di kampung Rancabayawak yaitu Blekok. Dilansir dari wikipedia, Blekok sawah (Ardeola Speciosa) adalah spesies burung dari famili Ardeidae. Dimana makanan utama dari burung blekok adalah serangga, ikan, dan kepiting. Burung ini menyebar luas di Asia Tenggara, dengan panjang tubuh sekitar 46 cm, paruh berwarna kuning dan hitam pada ujungnya. Pada masa tidak berkembangbiak, warna punggung Blekok lebih kecokelatan.
Menurut salah satu pengelola yang juga ketua Rukun Warga Kampung Blekok, Ujang Safaat, burung tersebut datang ke kampung Rancabayawak dari tahun 1970an dan bertahan sampai sekarang. Ujang mengatakan itu terjadi karena burung blekok merasa nyaman. Terlebih, warga sekitar tidak mengusik dan menganggu, malah sebaliknya yaitu melindungi.
Oh iya, selain burung blekok, di kampung Rancabayawak ada jenis burung yang lainnya yaitu kuntul asal Australia dan juga kuntul lokal. Kuntul imigran dari Australi memiliki ciri coklat lehernya. Sedang yang lokal didominasi warna putih. Namun Kuntul asal Australi ini sifatnya imigran tidak menetap. Pada musim penghujan sekitar Oktober sampai Desember dia kawin di kampung rancabayawak dengan burung lokal. Bulan April, setelah dewasa dia pergi lagi. Imigran lagi ke dataran Jawa, Sumatera sampai ke Autraslia.
Nah yang menjadi uniknya lagi nih, burung blekok itu bersarang tepat di tengah pemukiman. Padahal, blekok merupakan burung yang sensitif. Jika Jarak jauh saja bertemu manusia, biasanya sudah terbang. Tapi di Rancabayawak, burung seolah bersinergis dengan manusia. Dan hal ini lah yang menjadi salah satu alasan banyak mahasiswa yang berkunjung untuk melakukan penelitian. Bahkan hal tersebut pun menarik wisatawan mancanegara dari Jerman, Australia, dan beberapa negara di Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura dan lain-lain dengan tujuan untuk pelestarian. Kata Ujang, wisatawan mancanegara selalu menitipkan burung blekok pada warga sekitar dengan mengatakan, “Nitip Blekok saya. Jarang ada orang peduli seperti warga Rancabayawak.”
Nah untuk kalian yang penasaran dengan keunikan dari burung Blekok, saran dari Fresh Crew kalian mending dateng di pagi atau sore hari. Kenapa? Karena kalian bisa menikmati pemandangan alam yang indah dengan melihat tujuh rumpun bambu yang terdapat di kampung tersebut, berubah warna menjadi putih karena dipenuhi burung-burung yang banyaknya sekitar 3000 ekor.
Ujang menambahkan, sekitar tahun 1990-1995 warga masih mengkonsumsi burung tersebut bahkan sampai diperjual-belikan. Namun, seiring berjalannya waktu masyarakat Rancabayawak merasa Blekok perlu dilindungi dari permburu-pemburu liar. Berangkat dari hal tersebut, para pemuda membuat aturan secara lisan untuk tidak memburu burung Blekok.
Hal itu pun didukung oleh pemerintah setempat dengan mengeluarkan Perda No.11 Tahun 2005 tentang pelarangan mengganggu pohon dan burung. Namun yang disayangkan warga setempat, pemerintah belum membantu dengan tindakan nyata. Padahal menurut Ujang, Kampung Rancabayawak berpotensi menjadi satu-satunya objek wisata alam di kota Bandung. ”Harapan kami, pemerintah peduli dengan memberikan tindakan nyata untuk mendukung kampung Blekok sebagai tempat wisata. Karena selama ini, kami bisa mengelola dengan sederhana real dari swadaya masyarakat dan ada juga bantuan dari pihak swasta,” jelas Ujang diakhir obrolan.
Fresh Crew : Isma Dwi Ardiyanti
Editor Fresh : Rendy M. Muthaqin