Ketika Sepakbola Sudah tidak Menyenangkan Lagi

Simulakra Sepakbola karya Zen Rahmat Sugito ini diterbitkan tahun 2016 oleh Penerbit Indie Book Corner. (Rendy M. Muthaqin/SUAKA)
FRESH.SUAKAONLINE.COM – “Jika pornografi mulai dianggap lebih sensual dibandingkan seks, maka bisakah tayangan sepakbola dianggap lebih sporty dari sepakbola itu sendiri?”
Itulah pertanyaan sekaligus gagasan utama yang tertulis di belakang buku yang akan Zen RS sampaikan lewat buku Simulakra Sepakbola. Ini adalah buku terbarunya sejak Jalan Lain ke Tulehu yang diterbitkan pada tahun 2014 lalu.
Tapi tenang, meskipun ada kata “seks” dan “pornografi”, bukan berarti buku adalah buku seksis dan berkonten dewasa, buku ini tetap merupakan kumpulan esai – esai sepakbola. Itu hanyalah perumpamaan, yang menurut pandangan saya sangat menggelikan sekaligus cerdas, karena Zen bisa membuat pembacanya penasaran dan bertanya – tanya, apa hubungan antara seks dan sepakbola.
Ya, dari 25 esai yang ia tulis di buku terbitan Indie Book Corner ini, ada satu gagasan yang ia angkat sesuai dengan judul bukunya, yaitu simulakra sepakbola. Menurut pendiri panditfootball.com ini, dewasa kini permainan sepakbola terlihat kalah dan tidak lebih asyik ketimbang tayangan sepakbola itu sendiri. Tayangan sepakbola yang merupakan simulasi dari pertandingan sepakbola, seiring berkembangnya kecanggihan teknologi, telah mengacak – acak antara mana “yang riil” dengan yang “tidak riil”, hingga kemudian simulasi menjadi lebih asyik dari pada kenyataan itu sendiri, itulah yang kita sebut dengan simulakra.
Dimana lagi, dalam pertandingan sepakbola, meskipun kita berada jauh di Indonesia, kita bisa melihat secara langsung pertandingan North West Derby antara Liverpool dan Manchester United, dengan suguhan statistik yang luar biasa, dengan tampilan details yang beragam , seperti bisa melihat tayangan ulang tendangan melengkung Philipe Coutinho, atau melihat air ludah David de Gea yang muncrat ketika berteriak pada bek tim nya agar menjaga pertahanan dengan baik jika bukan dalam Tayangan Sepakbola ? Dengan fenomena seperti ini, ilustrasi muka buku ini dapat kita pahami, dengan ada seorang pemain sepakbola yang salto yang akan menendarang televisi, bukan bola. Sepakbola sudah tidak asyik lagi. Ia kalah oleh tayangan sepakbola itu sendiri.
Ada dua tokoh yang menjadi acuan dalam esai utamanya ini, yaitu Sosiolog Prancis, Jean Baudillard yang mahsyur dengan pemikiran post-modernya yang terkenal dengan teori Simulakra dan Hipperealitas, dan Sastrawan Argentika yang bernama Jorge Luis Borges yang secara terang – terangan, lewat karya cerita pendek “Esse Est Perpici” amat membenci sepakbola. Pemikiran dua tokoh ini dengan jenius Zen RS campur adukan menjadi perpaduan yang saling mengisi dan benar – benar membuat esainya kaya akan teori dan gagasan dan dengan pelan – pelan dan seksama, menuntun pembaca untuk bisa memahami apa yang ia maksudkan serta dengan solusi – solusi yang ia tawarkan.
Buku setebal 262 halaman ini terbagi menjadi 4 bab. Pertama Jejak, yang merupakan perjalan penulis dalam hiruk pikuk sepakbola Indonesia. Kedua dunia simulasi, yang merupakan intisari dari judul buku ini. Ketiga Koloni Bola, membahas sejarah persepakbolaan Indonesia di masa Kolonial Belanda, dan yang terakhir narasi kaki – kaki, esainya tentang pemain – pemain termahyur di Dunia.
Namun diluar itu, bagi kalian penikmat tulisan sepakbola, ini adalah buku wajib yang akan menambah cakrawala kalian tentang sepakbola. Pun bagi kalian yang kurang menyukai sepakbola bisa mencoba untuk membacanya. Karena buku ini tak utuh dan penuh dengan sepakbolanya saja, seperti yang dijelaskan diatas, ada pengetahuan – pengetahuan lain yang akan anda dapatkan dalam buku ke empat Zen RS ini.
Fresh Crew : Nizar Alfadilah
Editor Fresh : Rendy M. Muthaqin