Kampus Sebagai Ajang Adu Outfit, Benarkah?

Ilustrasi oleh Triska Yuliati/Suaka
Oleh: Nadia Ayu Iskandar/Suaka*
FRESH.SUAKAONLINE.COM – Menjadi seorang mahasiswa, merupakan hal yang di impi-impikan oleh banyak orang. Hal ini tentu tak terlepas dari tuntutan masyarakat di zaman sekarang yang banyak menganggap bahwa menjadi sarjana merupakan suatu kebanggan dan juga keharusan. Tentu banyak sekali alasan yang dapat dijabarkan betapa kuliah menjadi suatu hal yang diimpikan selain daripada mendapat gelar sarjana.
Di negara kita sendiri, yang selama jenjang SD-SMA diharuskan memakai seragam sekolah selama pembelajaran berlangsung, kuliah menjadi hal yang dinantikan oleh banyak orang agar dapat terbebas dari keharusan memakai seragam. Berangkat dari hal tersebut, tentu dengan perkembangan tren fashion, nampaknya menjadi suatu alasan mendasar mengapa di perkuliahan ini, outfit menjadi suatu hal yang esensial bagi banyak mahasiswa.
Kemajuan teknologi, perkembangan dunia fashion dapat dikatakan berkembang sangat pesat. Mulai dari berkembangnya aksesoris, hijab, sepatu, tas, model pakaian dan lain sebagainya. Dimana dengan kemudahan akses yang dimiliki, masyarakat dapat dengan mudah membuat, melihat, meniru, atau pun membeli barang fashion yang diinginkan.
Seiring dengan berkembangnya trend fashion di sosial media, tentu memengaruhi minat serta gaya berpakaian para individu, terutama kaum muda. Terlebih bagi mahasiwa yang notabene-nya kuliah untuk menuntut ilmu, kini nilai utama dari hal tersebut justru dipertanyakan oleh sebagian orang. Banyak yang menilai, apabila anak kuliahan jaman sekarang hanya mengutamakan penampilan saja bila ke kampus. Hal inilah yang menyebabkan maraknya asumsi terkait kampus sebagai ajang adu outfit.
Hanya Nafsu Semata, atau Memang Butuh?
Berkembangnya dunia fashion saat ini tentu tak terlepas dari besarnya minat masyarakat untuk berbelanja online. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bersama Badan Pusat Statistik (BPS), pada rentang tahun 2022-2023, jumlah pengguna internet di Indonesia diperkirakan mencapai 215,63 juta jiwa. Jumlah tersebut termasuk pengguna jasa perdagangan melalui media online. Perkembangan situs belanja online atau yang kerap disebut dengan e-commerce ini sangat mendorong masyarakat untuk berperilaku hidup konsumtif.
Perilaku konsumtif merupakan sebuah perilaku yang terlalu berlebihan dalam membeli sesuatu tanpa adanya pertimbangan yang matang. Di era modern ini, kita tentu sering menemukan perilaku demikian. Tak hanya generasi millenial, tetapi tak terbatas usia. Banyak mahasiswa menjadi pelaku dalam perilaku konsumtif tersebut. Kebanyakan mahasiswa hanya berpikir mengenai apa yang akan ia kenakan saat pergi ke kampus.
Pemikiran tersebut tentu tak terlepas dari berkembangnya trend fashion di sosial media seperti maraknya konten terkait Outfit Of The Day (OOTD), kemudian istilah yang menggambarkan kepribadian sesuai warna outfit yang dipakai sepeti cewe kue, cewe bumi, cewe mamba, kemudian ada juga gaya ke-korea-an yang disebut dengan korean style, dan lain sebagainya.
Selain itu, banyaknya penawaran menarik yang diberi oleh pelaku usaha terutama situs belanja online seperti harga yang terjangkau, gratis ongkir, maupun promo-promo juga menjadi alasan mengapa banyak orang berperilaku hidup konsumtif. Namun, tak jarang banyak orang yang berlindung dibalik kata “personal branding” atau untuk menambah “kepercayaan diri” di balik perilaku konsumtif tersebut, terutama mengenai fashion.
Padahal pada faktanya, menurut data survei YouGov, sebanyak 66% orang membuang setidaknya satu item pakaian per-tahun, sedangkan 25% lainnya membuang setidaknya 10 item pakaian atau lebih. Melihat hal tersebut, tentu banyak sekali individu yang membeli pakaian tidak berdasarkan kebutuhan, tetapi hanya nafsu belaka.
Outfit Sebagai Personal Branding dan Pembentuk Kepercayaan Diri
Kita ingin dikenal sebagai apa, kita ingin dipandang seperti apa merupakan suatu hal yang dapat diupayakan oleh tiap individu, salah satunya dengan penggunaan pakaian. Memang, rasanya akan tidak adil bila menilai seseorang hanya dari tampilan luarnya saja. Namun ternyata, dalam konsep personal branding, sesuatu yang telihat, atau yang disebut dengan The Law of Visibility memang merupakan salah satu aspek penunjang.
Untuk membangun personal branding, tentu kita harus dilihat secara konsisten dan terus menerus sampai apa yang ingin kita tunjukkan dapat tersampaikan dan menjadi suatu ciri khas di mata publik. Dalam hal ini, gaya berpakaian seringkali menjadi modal pertama dalam penilaian suatu individu ke individu lainnya.
Oleh karena itu, gaya berpakaian atau yang dikenal dengan sebutan outfit menjadi hal yang cukup penting di jaman sekarang ini. Karena tanpa sadar ataupun sadar, kita sangat mudah men-judge orang dari penampilan. Misalnya saja, wanita yang berpakaian gamis dan berkerudung, seringkali kita langsung melabeli orang tersebut dengan sebutan ukhti atau dalam kata lain diartikan sebagai perempuan taat agama yang sholehah.
Begitu pun sebaliknya, saat ada perempuan yang menggunakan hot pants (celana pendek) dan baju crop top misalnya, kita akan mudah berprasangka bahwa dia bukan wanita baik-baik. Padahal kenyataannya tidak selalu seperti itu. Tetapi karena outfit bersifat mudah dikenali dan menjadi sesuatu yang terlihat, maka akan banyak asumsi yang terpikirkan yang pada akhirnya menjadi suatu penilaian diri.
Dengan begitu, maka pemilihan penggunaan outfit menjadi alternatif termudah dalam usaha pembentukan diri. Bahkan, bagi fakultas atau jurusan tertentu, model outfit kerapkali sudah menjadi sebuah ciri khas. Misalnya pada fakultas Keagamaan, outfit syar’i sudah menjadi ciri khas, kemudian untuk jurusan seperti ilmu komunikasi atau public relations, outfit stylish menjadi suatu ciri khas.
Namun ternyata, selain menunjang sebagai faktor personal branding, outfit juga dapat meningkatkan rasa kepercayaan diri. Dalam jurnal yang dilakukan berdasarkan penelitian di salah satu kampus islam negeri di Bandung, terdapat sebanyak 91, 9% mahasiswa mengaku bahwa fashion berpengaruh terhadap kepercayaan diri, sementara 8,1% sisanya menganggap tidak berpengaruh dan biasa saja. Dari situ, sangat terlihat bahwa outfit menjadi hal yang penting bagi mahasiswa karena dapat meningkatkan kepercayaan diri.
Tak Masalah Selagi Tidak Melanggar Aturan Kampus
Jika ditinjau kembali, bila alasannya berlandaskan pembentukan personal branding dan diyakini sebagai cara untuk meningkatkan kepercayaan diri, hal itu dirasa sah-sah saja. Sangat wajar di usia yang sudah termasuk usia dewasa ini, sebagai mahasiswa memang sudah seharusnya membangun citra dan kepercayaan diri.
Menurut penulis, selagi penggunaan outfit tersebut masih sopan, sesuai dengan peraturan di tiap prodi dan kampusnya, maka hal itu tidak menjadi masalah. Perkembangan zaman yang ada sudah seharusnya diikuti, begitu pula kaitannya dengan dunia fashion. Akan tetapi, tetap harus disesuaikan dengan peraturan, gaya diri, serta budget yang dimiliki. Jangan sampai ingin terlihat fashionable tetapi malah melanggar aturan dan membuat daftar hutang.
*Penulis merupakan Mahasiswa UIN SGD Bandung Jurusan Sosiologi Semester Lima serta Anggota LPM Suaka