Menyelami Politik Islam Lewat Sudut Pandang Orientalis

Judul buku : Gagalnya Islam Politik
Penulis : Olivier Roy
Penerjemah : Harimurti & Qamaruddin SF
Penerbit : Redaksi Serambi
Tahun terbit : 1996
Jumlah halaman : 262
ISBN : 979-96382-1-6
FRESH.SUAKAONLINE.COM – Kehidupan modern yang mengedepankan akal pikiran manusia mampu menghadirkan berbagai variasi pemikiran antar budaya hingga agama. Sebagai agama yang melingkupi seluruh elemen kehidupan manusia, Islam menurunkan panduan berpolitik sejak masa kenabian Muhammad SAW. Namun tidak sedikit pula orang yang berpikiran bahwa agama dan politik bukan satu kesatuan dan mesti dipisahkan.
Pada buku berjudul Gagalnya Islam Politik, Olivier Roy menyebutkan berbagai kompleksitas pemikiran politik Islam yang menyatukan serta memisahkan agama dari bagian perpolitikan. Namun yang menjadi inti permasalahan dari buku ini adalah bukan tentang dipisah atau tidaknya, akan tetapi sebab-akibat yang muncul dari pergulatan Islam politik dengan pemikiran kontemporernya.
Kejumudan dan isu radikalisme yang lahir dari ideologi politik Islam kerap diungkapkan oleh Roy sebagai bukti bahwa Ideologi Islamisme tidak kompeten dalam menangani dunia politik. Secara gamblang, penulis memaparkan perkembangan politik Islam dari gerakan tradisional hingga reformasi politik dalam bidang ekonomi, ideologi, dan konstitusi.
Gerakan politisasi agama dan negara yang dilakukan Taliban menjadi fokus terpenting penulis dalam buku ini. Perjalanan transformasi politik Taliban di Afghanistan mencetuskan partai politik Islam baru. Olivier Roy menutup pembahasan Islam politik dengan kegelisahan yang terjadi dari kehadiran pemikiran-pemikiran politik Islam.
Sangat disayangkan, isu radikalisme terus muncul dari beberapa gerakan Islam politik, salah satunya adalah pertikaian antara Syiah dan Sunni di Iran. Hampir seluruh masyarakat dunia menafsirkan kata radikal dengan substansi negatif. Pertumpahan darah, akuisisi pemerintahan, dan ekspansi wilayah yang dilakukan Syiah telah menjadi benalu bagi harga diri Islam.
Pada akhir segmen buku, Oliver Roy menyatakan pendapatnya bahwa Islamisme tidaklah lebih dari propaganda sekuleris. “Orang-orang di balik Ideologi Islamisme hanya meminjam nama agama untuk pertarungan politik dan kekuasaan. Ketika kekuasaan baru dimenangkan, nilai agama diacuhkan dan ditinggalkan.” – halaman 246.
Keterpurukan Islam dalam dunia politik digoreng habis oleh oknum-oknum yang memberikan paradoks “kembali ke Islam”. Para orientalis memang selalu mengkaji kehidupan Islam di era modern, sehingga buku ini cukup untuk kita menyelami politik Islam dari kacamata mereka. Namun secara historis, Olivier Roy hanya mencatat beberapa gerakan Islamisme saja, seperti FIS Aljazair, Ikhwanul Muslimin, Syiah, dan sebagainya.
Buku ber-genre non-fiksi ini menjelaskan bahwa permasalahan utama dari pandangan pemeluk Muslim sendiri adalah kepercayaan dan pemikiran beragama yang berbeda sehingga mempengaruhi posisi politik. Sayangnya, penulis tidak memuat reformasi dan asal usul politik Islam secara lengkap. Hal ini dapat menimbulkan kesalahpahaman pembaca pada akhir pembahasan yang menyebutkan gagalnya Islam politik.
Padahal, jika ditilik dari cikal bakal lahirnya ideologi politik dalam Islam itu sendiri berasal dari tragedi kematian khalifah ketiga, Utsman bin Affan, hingga kematian Ali bin Thalib dan cucunya, Husein. Dari sanalah Islam kehilangan kendali dalam perkembangan politik penganutnya yang variatif.
Walaupun demikian, kronologis setiap peristiwa dalam buku ini diungkapkan dengan tafsiran dari berbagai ahli politik yang membuat penulis menyajikan berbagai sudut pandang untuk menghindari keberpihakan. Adapun penyampaian informasi yang disajikan oleh penulis pada setiap babnya sangat lugas dan terperinci.
Selain itu, penulis juga mampu menarik garis besar permasalahan dari seluruh gerakan dan ideologi politik Islam sehingga memudahkan pembaca untuk menemukan benang merahnya. Berkaca pada hal tersebut, buku ini sangat direkomendasikan bagi siapapun yang ingin mengenal bagaimana Islam berpolitik, khususnya gerakan politik yang selalu berkembang setiap tahunnya.
Fresh Crew: Anisa Hanifah/Magang
Editor Fresh: Fatimah Nur’aini/Suaka