Resensi Film : Filosofi Hidup dari Secangkir Kopi
SUAKAONLINE.COM,Fresh – “Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya.” Itulah salah satu filosofi kopi yang disajikan dalam secangkir kopi Tiwus dalam film Filosofi Kopi. Film yang diadaptasi dari novel karya Dewi ‘Dee’ Lestari mendapat sambutan hangat dari para pemirsa di tanah air.
Dirilis pada 9 April lalu, film yang disutradari oleh Angga Dwimas Sasongko ini berceritakan tentang Ben yang diperankan oleh Chicco Jerikho seorang barista yang menemukan jati dirinya sebagai peracik kopi. Ben menjadi barista di café milik sahabatnya Jody yang diperankan oleh Rio Dewanto. Memiliki kesamaan yaitu kecintaan akan kopi, mereka bekerja sama membangun kedai kopi yang diberi nama Filosofi Kopi.
Perjalanan mereka terhalang oleh satu masalah besar dimana Jody harus melunasi hutang ayahnya yang telah meninggal dunia. Hutang yang nilainya cukup besar itu apabila tidak segera dibayar akan mengancam keberadaan Filosofi Kopi. Ditengah kondisi keuangan yang tidak stabil, Jody memikirkan berbagai cara untuk bisa melunasi hutang tersebut.
Hingga pada satu hari, tiba-tiba datang seorang pengusaha yang datang ke Filosofi Kopi dan memberikan tantangan kepada Ben. Pengusaha itu menantang Ben untuk membuat kopi terbaik di Jakarta bahkan di Indonesia untuk disajikan kepada calon tendernya. Karena pemilik tender itu merupakan pecinta kopi berat yang diperankan oleh Baim Wong, maka pengusaha itu ingin menyajikan kopi yang bisa membuat pemilik tender itu menyetujui kontrak. Jika Ben berhasil, ia akan mendapatkan imbalan sebesar Rp. 100.000.000 namun jika tidak, sebaliknya, Filosofi Kopi yang harus membayar uang itu.
Tawaran itu akhirnya disetujui oleh Ben. Tiba-tiba, dengan mengejutkan Ben menawarkan untuk menaikan imbalannya menjadi 1 Miliar. Pengusaha itu menyetujui tawaran Ben dan terjadilah perjanjian itu. Jody, di lain pihak justru semakin kebingungan akan sikap yang dibuat Ben. Ia takut Ben tidak berhasil. Namun, dengan segenap pengalaman dan keyakinannya, Ben membuat Jody untuk bisa mempercayainya.
Ben dan Jody pun sama-sama berjuang untuk keberhasilan tantangan ini. Mereka mencari kopi terbaik. Perbedaan antara dua sahabat ini mewarnai dalam perjuangan mereka. Lalu Ben meminta Jody untuk membelikannya kopi terbaik. Akhirnya Ben dan Jody pergi ke sebuah pameran pelelangan kopi. Mereka pun mendapatkan kopi yang diinginkan Ben. Kemudian Ben meminta Jody untuk memberikannya waktu agar bisa meracik kopi yang terbaik. Ben pun berhasil menciptakan kopi terbaik, kopi itu ia beri nama Perfecto, dimana rasa yang menggambarkan kopi itu adalah sempurna.
Kopi Perfecto menjadi populer sehingga membuat Filosofi Kopi semakin ramai dikunjungi. Karena banyak orang yang penasaran akan rasa kopi terbaik di seantero Jakarta, bahkan Indonesia itu. Hingga pada satu ketika, seorang food traveler blogger bernama El yang diperankan oleh Julie Estelle datang untuk mencicipi Perfecto. El yang sedang melakukan riset untuk buku yang ia tulis tentang kopi penasaran dengan rasa kopi Perfecto karya Ben. Namun, ketika menyeruput kopi Perfecto, reaksi yang diberikan jauh berbeda. Ia berpendapat bahwa rasa dari Perfecto tidak sesuai dengan nama yang disandangnya. Ia bilang masih ada kopi yang lebih baik dari Perfecto. Hal ini membuat Ben marah dan ingin membuktikan kebenaran pendapat food traveler blogger yang bersertifikasi internasional ini.
El pun mengajak Ben serta Jody, untuk mendatangi tempat dimana kopi terbaik menurutnya berada. Mereka pergi ke sebuah desa. Kemudian mereka bertemu dengan sepasang suami istri yang berprofesi sebagai petani kopi, Pak Seno yang diperankan oleh Slamet Rahardjo dan istrinya yang diperankan oleh Jajang C. Noer. Kemudian mereka disuguhkan secangkir kopi yang diberi nama kopi Tiwus. Saat mencoba kopi racikan Pak Seno, Jody mengakui kenikmatan kopi Tiwus. Namun tidak dengan demikian Ben. Sebelum mencoba kopi Tiwus, Ben, yang tidak pernah main-main soal kopi ini tidak mempercayainya sebelum ia bisa melihat prosesnya dari awal.