Menjaga Api Perlawanan dalam Perampasan Lahan

Foto oleh Fauqi Muhtaromun Nazwan/Suaka
Judul Buku : Tahun Penuh Gulma
Penulis : Siddharta Sarma
Penerbit : Marjin Kiri
Cetakan : Pertama, Desember 2020
Jumlah halaman : 247 halaman
ISBN : 978 602 0788 10 4
FRESH.SUAKAONLINE.COM – Konflik perselisihan lahan merupakan hal yang sering terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Salah satu novel yang berisikan isu tersebut ialah novel berjudul Tahun Penuh Gulma. Lewat buku setebal 247 halaman ini, Siddharta Sarma menceritakan bagaimana perjuangan suku Gondi yang mempertahankan tanah mereka.
Tokoh yang menjadi pusat cerita dalam novel ini ialah Korok. Korok sendiri bukanlah orang dewasa, melainkan seorang anak kecil yang berasal dari suku Gondi di wilayah Odisha Barat. Ia tinggal sebatang kara bersama kambingnya di sebuah gubuk kecil yang berdiri di hutan Odisha Barat.
Ayah Korok dipenjara di pusat kota, tepatnya di Balangir. Sebagai pusat kota, Balangir diisi dengan berbagai macam kebutuhan pokok masyarakat Gondi seperti sabun, pasta gigi, dan lainnya. Alasan mengapa ayahnya dipenjara karna menentang pembangunan tambang bauksit di Perbukitan Devi di wilayah hutan Odisha.
Perlu diketahui Fresh Reader, masyarakat suku Gondi memiliki hutan yang melimpah sumber dayanya. Mereka menggantungkan hidup pada ekosistem didalamnya. Mereka pun menganggap hutan Odisha yang dikelilingi oleh perbukitan Devi sebagai tempat kramat dari para leluhur mereka yang harus dijaga.
Sidhharta membawa kita pada masyarakat pedesaan yang tak butuh menggantungkan hidupnya pada pemerintah. Mereka dengan kebahagiannya sendiri hanya berharap pada kondisi alam sekitarnya. Noble savage istilahnya. Dimana keadaan manusia modern yang menganggap dirinya tidak bahagia dibanding dengan suku Gondi. Tidak ada orang yang sempurna, tapi secara umum suku Gondi terdiri dari orang-orang yang menyenangkan sebagai tetangga dan itu merupakan anugerah.
Kebahagiaan suku Gondi terganggu ketika salah satu perusahaan terkenal di Delhi menemukan penelitiannya pada perbukitan Devi yang menyimpan banyak bauksit didalamnya. Proyeksi dilakukan tanpa adanya sosialisasi atau pemberitahuan. Mobil-mobil besar bergerak memasang patok-patok yang akan dilakukan pembangunan, para peneliti membawa lembaran-lembaran penelitian seolah dirinya menemukan tangkapan besar.
Korok sebagai anak dari suku Gondi pun bertanya-tanya, mengapa ada orang-orang memakai jas hitam, menggunakan rompi jingga, dan beberapa membawa senjata datang ke hutannya? Adakah yang menarik dengan hutannya? Para pejabat menjanjikan kepada suku Gondi pekerjaan jika pembangunan tambang bauksit sudah rampung terselesaikan. Tidak perlu bertani, berkebun, berternak, mereka akan mendapatkan gaji yang lebih besar.
Suku Gondi tidak bodoh, tetapi Korok tidak mengerti mengapa hal tersebut terlalu diributkan. “Kau tidak tahu banyak tentang pemerintah, Korok. Ia adalah makhluk yang sangat, sangat besar. Begitu besar bahkan, sampai-sampai tak mengenal dirinya sendiri. Orang-orang itu akan tahu bahwa ini tanah keramat dan bukan bagian dari cagar alam, lalu mereka akan pergi. Mereka akan membangun tambang di tempat lain, di mana pun mereka ingin menggali” (halaman 39)
Buku ini membawa pembaca pada konflik perselisihan lahan pada masyarakat adat seperti yang terjadi di beberapa negara. Pola yang dilakukan untuk menggusurnya pun sama, diawali dengan beberapa pejabat yang datang lalu mencari pamor saja. Ujung-ujungnya masyarakat digusur tanpa mendapatkan kompensasi.
Dalam cerita suku Gondi pun mereka banyak mendapatkan kekerasan, seperti dipukuli oleh aparat kepolisian India, dipersekusi, suplai makanan pokok mereka dibatasi oleh pemerintah setempat yang mana bertujuan agar mereka menyetujui pembangunan tambang bauksit tersebut.
Saat membaca buku di beberapa halaman awal, mungkin sebagian pembaca sulit memahami isi bacaannya. Siddharta menggunakan nama-nama yang asing layaknya anak kecil bernama Korok. Pembaca akan mulai memahami ketika memasuki seperempat halaman dan mulai mengingat nama-nama beserta istilah asing tersebut.
Walaupun alur cerita didalamnya akan terasa familiar bagi sebagian orang, tetapi ada hal menarik lainnya yang masuk di kelebihan dalam novel ini. Pembaca akan menemukan plot twist diakhir cerita mengenai bagaimana Korok dan Anchita sebagai pemeran utama menyelesaikan masalah yang seharusnya tidak bisa dipahami oleh anak kecil. Korok sebagai anak hutan menemukan ide untuk mengusir pemerintah dengan gulma yang ia lihat di tanamannya. Itulah mengapa gulma tersebut disamakan dengan pemerintah.
Itulah resensi mengenai novel berjudul Tahun Penuh Gulma. Dari penjelasan isi buku ini, tentu saja buku ini sangat direkomendasikan untuk Fresh Reader yang tertarik dengan isu lingkungan. Selamat membaca!
Fresh Crew : Fauqi Muhtaromun Nazwan/Suaka
Editor Fresh : Aurora Rafi N/Suaka