Dilan 1991 : Nostalgia dan Ancaman
Judul : Dilan 1991
Pemeran : Iqbal Ramadhan, Vanesha Prescilla, Ira Wibowo, Happy Salma, Bucek.
Sutradara : Fajar Bustomi, Pidi Baiq
Genre : Romance
Durasi : 121 menit
Tanggal Liris : 28 Februari 2019
FRESH.SUAKAONLINE – Saling mencintai dan menyayangi tidak hanya cukup untuk membuat sebuah hubungan bertahan lama. Percakapan romantis dan kalimat-kalimat bernada senada juga bukan menjadi jaminan. Kisah Dilan dan Milea membuktikan bahwa meski masih ada cinta, sayang dan perhatian, tapi terindikasi adanya dusta, sikap tidak keterbukaan, dan ‘berlebihan’ berpotensi terjadi keretakan, walau cinta yang begitu besar masih tertanam.
Dilan dan Milea sudah resmi berpacaran, meski begitu hidup terus berlalu, bukan berarti dalam sebuah hubungan tidak akan ada masalah apa-apa. Suatu ketika Milea mendengar kabar bahwa Dilan dipukuli oleh orang tidak dikenal di kantin Bu Eem. Milea lantas tidak tinggal diam, ia datang menghampiri Dilan. Di situlah awal Milea melarang Dilan, bahwa jangan bertengkar; jangan menyerang; yang pada intinya Milea tidak suka jika Dilan masih bergabung di geng motor.
Bukan Dilan namanya jika tidak bisa membuat Milea menjadi tenang, kata-kata puitis selalu saja bisa menenangkan Milea. Hubungan mereka kembali berjalan seperti biasa. Hingga ada sebuah kabar lagi bahwa Dilan akan balas dendam kepada orang yang memukulnya, ia sudah tahu siapa yang sudah memukulnya. Kabar itu tidak didiamkan begitu saja oleh Milea. Meski masih ada sepupu jauhnya yang datang ke rumah untuk bertamu, yaitu Yoga, ia lantas menggunakan kesempatan itu mengantarkannya ke lokasi Dilan, alih-alih mengajak jalan-jalan.
Pertemuan itu pun menjadi ‘ultimatum’ dari Milea, berupa ancaman jika Dilan tetap balas dendam maka Milea ingin putus. Lantas hal tersebutlah yang menjadi keretakan awal hubungan mereka akan kandas. Dilan yang begitu sayang kepada Milea tapi tidak ingin jika keinginannya dikekang. Meskipun Dilan tau, hal itu dilakukan oleh Milea karena ia khawatir. Milea di sisi lain yang sangat mengkhawatirkan keadaan Dilan, juga melakukan kebohongan untuk menutupi bahwa hubungan mereka sedang baik-baik saja.
Film ini menurut saya sukses membuat hati penonton diobrak-abrik, kenapa? Dilan 1990 memberikan efek bahagia kepada setiap penonton, dan lanjutannya yaitu Dilan 1991 malah sebaliknya. Saya pribadi bahkan sempat bersimpati ketika terjadi keretakan pada hubungan mereka. Walaupun sudah membaca ketiga novelnya, namun setelah menonton Dilan 1991 ini saya menilai cukup bagus dan dapat mewakilkan keseluruhan konflik cerita.
Meski begitu, film ini tetap saja mengandung unsur-unsur kalimat puitis dari Dilan dan unsur komedi. Jokes-jokes yang ditawarkan juga sukses membuat seisi bioskop tertawa, apalagi ketika scene Dilan sedang berpamitan di ruang kepala sekolah. Adegan ketika Dilan sedang diobati oleh Milea di kantin Bi Eem juga dinilai cukup sukses membuat penonton terhibur. Meskipun ada di beberapa adegan yang seharusnya menjadi lucu, namun entah kenapa takaran jokes yang diberikan sepertinya tidak sesuai seperti ketika membaca novelnya.
Saat terjadinya miss communication, saat Milea mengambil langkah tergesa, ataupun Dilan yang sibuk mengurusi geng motornya, hal itu berhasil membuat hati saya menggurutu, dengan kalimat-kalimat semacam; ah kenapa Milea egois sekali? Kenapa Milea berbohong? Dilan! Kenapa semua masalah harus berujung dengan perkelahian? Serta banyak list pertanyaan dengan nada yang serupa.
Dengan begitu, film ini juga menurut saya perlu dikritik. Hal itu menurut saya ketika adegan persetujuan Milea mau untuk dicium secara langsung oleh Dilan. Sebelumnya mereka cium dengan simbol tangan. Meskipun adegan tersebut tidak ada dalam film. Adegan ini menurut saya bisa memicu terjadinya perilaku yang menentang adat dan budaya yang sudah tertanam di Indonesia pada umumnya. Saya kurang mempermasalahkan hal tersebut jika dilakukan oleh orang ‘dewasa’. Menjadi masalah jika hal demikian dilakukan oleh remaja di bawah umur.
Hal tersebut dikhawatirkan, karena banyak yang menonton film ini dari kalangan remaja SMP. Ketika saya menonton di kawasan Bandung, terlihat banyak anak-anak SMP yang masih berseragam sekolah mengantri membeli tiket atau pun menunggu jadwal menonton. Terlepas mereka dating terpisah dengan segerombolan laki-laki, atau perempuan. Namun, juga tidak sedikit remaja-remaja dengan seragam SMP datang ‘berpasangan’. Hal ini harusnya menjadi kekhawatiran tersendiri bagi setiap orang tua.
Tidak hanya adegan tersebut saja, adegan pelukan, bersandar di bahu dan semacamnya menurut saya juga perlu dipertimbangkan. Bukan berarti memotong adegan-adegan berbau seks semacam itu, bahkan jika tidak ada sama sekali malah membuat film menjadi hambar. Namun harusnya setiap anak tersebut didampingi oleh orang yang lebih dewasa. Rentang konflik yang berjauhan sepertinya juga memberikan efek bosan ketika sedang menonton. Bagian ketika Akew meninggal juga saya rasa seperti missing link, saya mencoba menyingkronkan dengan cerita di Novel, meskipun itu hanya angaangg saya pribadi saja.
Film ini berlatarkan tahun 1991 di Bandung. Rumah, kendaraan, kondisi jalan, pajangan di rumah, telepon dan sebagainya saya rasa sangat cocok. Namun, sepertinya ada satu hal yang luput dari perhatian. Adegan ketika Milea dan Yugo bertengkar di Mall. Ketika berlatar di dalam bioskop, setidaknya mampu meng-cover suasana di tahun tersebut. Namun ketika Milea keluar dari bioskop dan Yugo mengejarnya, di situ terlihat latar tempat yang tidak lagi sesuai dengan tahun 1991, namun seperti di tahun 2019.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangan, saya lebih mendapatkan feel di Dilan 1991 ini. Film ini juga sangat cocok ditonton untuk kalangan remaja ke atas. Untuk anak umur di bawah 15 tahun ke bawah saya rasa butuh didampingi oleh orang tua atau orang yang lebih dewasa. Untuk pasangan yang baru jadian, sudah lama bertahan, atau sedang dalam masa-masa kritis, film Dilan 1991 ini bisa dijadikan referensi pelajaran atau ajang liburan dengan pasangan di awal Maret ini. Untuk keluarga, sepertinya settingan di tahun 1991 bisa membuat pasangan suami-istri bernostalgia ria dengan masa lalu.
Fresh Crew: Awla Rajul / Kontributor
Editor Fresh : Rizky Syahaqy