Wonder Woman, Si Perkasa Berbalut Cinta
FRESH.SUAKAONLINE.COM – Pekan ini, Wonder Woman menjadi film terlaris di dunia, bahkan di Indonesia. Wajar saja, film bergende action ini menyuguhkan pesona nyaris sempurna, terutama dari pemeran utama. Gal Gadot, perempuan berdarah Israel ini terbilang sukses membawakan peran menjadi Diana Prince, atau yang lebih dikenal sebagai Wonder Woman. Selain itu, jalan cerita film garapan Patty Jenkins tersebut terbilang lebih apik dengan balutan komedi, drama, namun tetap didominasi oleh action.
Wonder Woman hampir sama dengan film super hero lainnya, yakni berusaha menggabungkan dunia nyata dengan mitologi Yunani. Dunia nyata digambarkan dengan latar belakang Perang Dunia II sedangkan mitologi Yunani digambarkan dengan kisah dari Dewa Olimpus, Zeus. Perang Dunia II terjadi akibat hasutan Ares, si Dewa Perang yang menanamkan kebencian terhadap manusia. Dalam film tersebut diceritakan bahwa Ares adalah putra Zeus.
Di antara dunia manusia dan dunia dewa, ada dunia yang dilindungi dan terisolasi dari luar. Kawasan tersebut bernama pulau Paradise, yang dipimpin oleh ratu Hippolyta sang penguasa Amazon. Di awal cerita dikisahkan bahwa Diana adalah putri dari ratu Hippolyta. Pulau tersebut diisi sepenuhnya oleh kaum perempuan, mereka pandai berperang sebagai tindakan jaga-jaga jika ada musuh menyerang kawasan tersebut. Tak terkecuali Diana, ia juga tertarik untuk mengikuti latihan tersebut. Sayangnya keinginan Diana ditentang oleh ratu, dengan alasan ratu enggan Diana terluka. Diana tetap berlatih diam-diam dibantu oleh Jendral Antiope, yang tidak lain adalah adik dari ratu.
Di bagian dunia luar, perang sedang terjadi hingga melibatkan Negara-negara di seluruh dunia. Jerman tetap diposisikan sebagai pelopor perang saat itu. Steve Trevor (Chris Pine) seorang mata-mata Inggris yang ditugaskan sebagai pilot untuk tentara Jerman, tengah berusaha melarikan diri dari tentara Jerman yang menyadari bahwa Steve mata-mata, Steve nyasar hingga menemukan pulau Paradise.
Cerita Steve tentang perang membuat Diana tertarik untuk ikut Steve ke lokasi peperangan, mulanya ratu melarang karena ia mengetahui kondisi sebenarnya, pada akhirnya Diana tetap pergi. Memasuki dunia baru, Diana menjadi perempuan muda polos yang harus beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya, dibantu oleh Steve, Diana mulai membiasakan diri dengan apa yang tidak boleh ia lakukan, scene bagian ini yang didominasi sisi humornya.
Perang tak bisa dielakan, Diana mulai menolong korban perang yang lemah tanpa mengikuti instruksi-instruksi dari pimpinan pasukan. Jika ada yang harus ia tolong, Diana melakukannya, jika ada yang harus segera ia hancurkan, Diana pun melakukannya. Kebersamaan Steve dengan Diana menumbuhkan perasaan di antara keduanya, Steve mengatakan ‘I Love You’ di saat ia akan meledakan diri di udara demi menghindari jumlah korban. Namun Diana tidak menyadari bahwa Steve akan mati saat itu juga.
Suasana dramatik terjadi ketika Diana sedang kepayahan melawan kekuatan Ares yang diperankan oleh David Thelwis, di tengah ketidakberdayaannya tersebut pesawat yang ditumpangi Steve meledak tepat di atas kepalanya membuat Diana terguncang. Ia berteriak histeris sehingga mampu menghalau serangan Ares, luka ditinggalkan Steve memberinya ia kekuatan.
Film ini menggunakan alur mundur, Wonder Woman di masa kini yang tengah bernostalgia dengan masa lalunya akibat secarik kertas yang menunjukan fotonya bersama prajurit. Bagian ini sedikitnya telah diulas di film sebelumnya, Batman VS Superman.
Tentang Film
Terlepas dari catatan baik tentang film ini, Patty Jenkins memang cocok menjadi sorotan para kritikus film karena telah mengembalikan citra DC dari keterpurukan komentar-komentar buruk terkait dua sekuel sebelumnya yakni Batman v Superman dan Suicide Squad. Pemilihan Gal Gadot sebagai pemeran utama menjadi pesona tersendiri, wajahnya yang ‘enak dipandang’ di segala kondisi membuat penonton terus nyaman untuk melihat. Kemampuan aktingnya pun tidak diragukan lagi, menjadi perempuan yang polos, serba ingin tahu, penyayang, bahkan pemarah mampu diperankan dengan apik oleh Gal Gadot.
Chirs Pine juga mendukung perannya sebagai lawan main Gal Gadot, ia menjadi lelaki yang juga benci terhadap perang. Perannya harus mengikuti sikap Diana Prince, ketika ia polos, Steve menjadi pembimbing, ketika Diana tengah di lapangan Steve mendukung dengan memaksimalkan bantuannya. Namun, ada yang penulis soroti adalah Ares, David Thewlis terlalu sayu untuk memerankan Ares sebagai Dewa Perang.
Pada akhirnya orang-orang menyambut baik film ini dan berharap di penghujung tahun nanti Justice League mendapat respon yang sama karena kualitas filmnya tentu saja. Btw selamat ya Patty Jenkins.
Fresh Crew : Isthiqonita
Editor Fresh : Rendy M. Muthaqin