Disinhibisi Online: Berusaha Terlihat Sempurna di Media Sosial
FRESH.SUAKAONLINE.COM, Freshgrafis – Halo Fresh Reader! Berusaha untuk tampil sempurna memang suatu hal yang baik untuk meningkatkan kualitas diri. Tapi apa jadinya apabila kesempurnaan tersebut didapat dengan cara yang berpura-pura? Perkataan seperti “Kamu kok beda ya sama di Instagram,” menjadi kalimat yang tak asing di dengar di era modern ini. Di media online, beberapa orang merasa dirinya lebih intens dari mereka di real life, fenomena ini kemudian dikenal dengan istilah online disinhibition effect atau disinhibisi online
Disinhibisi online dapat terjadi karena terdapat beberapa karakter psikologis pengguna internet yang mendukung seseorang menjadi berbeda ketika di media sosial. Hal ini disebabkan karena individu tersebut kurang memahami jati dirinya dan perananannya dalam tatanan sosial hingga akhirnya merasakan kebingungan identitas (identity confusion). Sehingga, online disinhibition effect ini umumnya dialami remaja yang kurang mendapat validasi di dunia nyata.
Disinhibisi online memiliki dua aspek yang perlu diperhatikan, pertama yaitu aspek mengenai keterbukaan diri. Berdasarkan poin ini disinhibisi online masih memiliki nilai positif karena mampu menjembatani seseorang untuk sejenak dapat menjadi dirinya sendiri di media sosial, sehingga ia merasa lebih terbuka dengan perasaannya maupun kegiatannya asalkan masih berada dalam subjek yang real, artinya tidak berusaha untuk memalsukan identitas diri.
Aspek kedua adalah aspek flaming atau pengiriman pesan yang bertujuan untuk menyerang orang lain. Aspek kedua inilah yang menjadi sisi negatif dari fenomena disinhibisi online. Bahkan, flaming ini dapat memicu terjadinya cyberbullying. Disinhibisi online ini dapat terjadi karena emosi seseorang yang tidak tersalurkan dengan baik di dunia nyata sehingga orang tersebut melampiaskannya di sosial media.
Bahaya dari disinhibisi online, selain mendapat penghakiman sosial juga dapat memicu perasaan insecure dan penyakit mental lainnya, karena merasa harus selalu memenuhi standar media sosial agar dirinya merasa puas dan tervalidasi. Dalam hal ini, kemampuan kontrol diri dalam bermedia sosial sangat diperlukan agar terhindar dari sikap menampilkan diri secara impulsif dan memodifikasi diri secara berlebihan.
Oleh karena itu, keberhasilan seseorang dalam melakukan kontrol diri, akan merepresentasikan cara orang tersebut berjejaring dengan sehat di sosial media. Jadi bagaimana Fresh Reader, masih mau memenuhi ekspektasi orang lain dengan melakukan hal impulsif dalam bermedia sosial? Mengejar kesempurnaan itu perjalanan yang tidak berujung, jadi lebih baik belajar merasa cukup dengan apa yang kita miliki saat ini.
Sumber: Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, Jurnal Cyber Psychology & Behavior
Peneliti: Ighna Karimah Nurnajah/Magang