Meraih Bijak Lewat Cerita Cak Dlahom

Foto oleh Arie R Prayoga/Suaka
Judul: Merasa Pintar Bodoh Saja Tak Punya: Kisah Sufi dari Madura
Penulis: Rusdi Mathari
Tahun terbit: 2016
Penerbit: Buku Mojok
Jumlah halaman: 226 Halaman
FRESH.SUAKAONLINE.COM – Merasa Pintar Bodoh Saja Tak Punya dengan judul kecil Kisah Sufi dari Madura merupakan kumpulan tulisan berseri yang Rusdi Mathari tulis selama dua Ramadhan di situs mojok.co. Melalui 30 cerita, ia menyajikan “kultum” kepada para pembaca mengenai hal dasar ajaran islam, mulai dari syahadat hingga zakat. Namun, pemaknaan terhadap hal dasar tersebut ia sajikan dengan cara yang unik, yakni lewat kisah tokoh sufi nyentrik asal Madura bernama Cak Dlahom.
Cak Dlahom digambarkan sebagai pria paruh baya, miskin, tidak waras, dan sebatang kara. Dengan latar pedesaan Jawa Timur, Cak Dlahom menjadi tokoh utama yang menyengat dan menggugah. Lewat jalan sufi-nya, ia menjadi sosok pengusik terhadap nilai-nilai normatif yang sudah tertanam di masyarakat pedesaan Madura.
“Kita rajin berdoa di masjid, lalu merasa bertemu dengan Allah. Padahal ketika Allah kelaparan, kita tidak pernah memberi makan. Allah sakit, kita tidak menjenguk…” –halaman 148
Kutipan di atas diambil dari cerita “Dia Sakit dan Kamu Sibuk Membangun Masjid” Cak dlahom memberikan cara pandang yang berbeda dalam memaknai pembangunan. Ia tidak sepakat dengan pembangunan masjid selama masih ada orang kelaparan yang perlu ditolong. Poin yang disampaikan sang penulis berat, namun tidak ketika disampaikan lewat tokoh Cak Dlahom.
Terlebih ketika Cak Dhalom mengetahui ada seorang janda yang bunuh diri karena masalah ekonomi. Ia memberikan sindiran yang keras tapi menggelitik terhadap para tokoh setempat yang tergolong kaya raya. Kisah Cak Dlahom dapat mewakilkan banyak intrik sosial pedesaan yang kerap kali luput dari pandangan banyak orang.
Selain itu, melalui cerita berjudul “Siapa yang Gila? Siapa yang Sesat?” Rusdi memberikan sajian cerita satir lewat tingkah Cak Dlahom yang adzan di masjid pada tengah malam. Ia merasa jengah dengan masjid yang sepi ketika waktu sholat, namun ramai ketika terjadi kegaduhan seperti yang dilakukan oleh Cak Dlahom. Adzan pada tengah malam salah, namun masjid sepi di waktu sholatpun salah. Pembaca akan menemukan pada hal-hal kontradiktif seperti itu sepanjang cerita.
“Benar, kalian mungkin kesulitan memenuhi kebutuhan hidup, tapi justru karena kesulitan hidup kalian itulah sedekah kalian menjadi luar biasa. Sangat istimewa.” –halaman 182
Ia mengatakan hal itu dalam konteks menasihati seseorang yang ingin kaya raya supaya bisa infaq semaunya. Lewat kutipan di atas, buku ini sangat kental akan nilai kemasyarakatan. Rusdi tidak menjauhkan ajaran agama islam dengan konteks masyarakat. Sebaliknya, ia malah menggunakannya sebagai alat untuk menghubungkan antara ajaran islam dengan masyarakat.
Berbagai satir, kritik, dan pesan moral tersampaikan lewat struktur tulisan yang sederhana. Di awal tulisan, Rusdi membangun situasi, dilanjut konflik, penyampaian pesan moral, dan diakhiri dengan candaan. Dilihat dari kesederhanaan struktur tulisan, Rusdi terlihat lebih berfokus pada pesan moral yang ingin disampaikan. Buku ini menarik karena pesan moral yang kuat dan menyejukan.
Walaupun begitu, semua kisah di buku ini berhasil Rusdi tutup dengan humor yang menggelitik. Rusdi bisa mengubah suasana dengan cepat, yang mulanya tegang dan penuh konflik, ditutup dengan humor yang mudah dipahami. Rusdi paham humor, juga paham cara memecah suasana lewat tulisan. Ia menyampaikan pesan kebaikan dan menutupnya dengan kedamaian, lewat humor.
Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya merupakan bacaan yang mudah untuk diselesaikan. Kisah yang tergolong pendek, membuat buku ini dapat dibaca dalam macam situasi: diperjalanan, selepas makan, sebelum tidur, atau menunggu adzan berkumandang. Tidak ada alasan untuk tidak menyelesaikan buku ini. Selamat membaca!
Fresh Crew : Arie R Prayoga/Suaka
Editor Fresh : Aurora Rafi N